BAB
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Lahirnya filsafat
sejarah menurut peneliti modern, karena kecendrungan manusia yang terkenal
sebagai “hewan sejarah” , manusia sejak zaman kuno tidak henti-hentinya mengamati
peristiwa sejarah yang ada dan terjadi disekitarnya. Mereka juga merenungkan
maknanya, mencari suatu hubungan yang bisa menguraikan geraknya dari segi
faktor-faktor yang membangkitkannya dan dari akibat-akibat yang dihasilkannya. Istilah
filsafat sejarah itu sendiri sebenarnya, bukan berarti pengalihan dari
penggabungan dua arti secara etimologis, yaitu kata filsafat dan sejarah.
Tetapi lebih dari itu, yaitu sebagai pembahasan suatu disiplin ilmu, yang
memiliki wawasan pembahasan, metode, paradigma dan perspektifnya sendiri. Seperti
dikutip oleh Misri A. Muchsin, menurut W. H. Wals dalam bukunya “An
Introduction to Philosophy of History” misalnya, mendefinisikan filsafat
sejarah sebagai suatu kajian yang mendalam mengenai sejarah, sehingga dapat
diketahui segala yang berkaitan dengan sejarah tersebut. Sedangkan menurut Hegel
menyebutkan filsafat sejarah berpangkal pada abstraksi-abstraksi yang menuju
pada kenyataan historis yang konkret. Sementara Jacob Burckhat memaknakan
filsafat sejarah semacam “mahluk banci” yang mampu memadukan diantara hal-hal
yang dapat dipersatukan.
Dalam sejarah
perkembangannya, filsafat sejarah di Barat mengalami perkembangan yang menakjubkan.
Perkembangan itu ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir besar di bidang ini,
antara lain; ST Augustinus (1354-1430), terkenal dengan paham Sejarah Teologis;
August Comte (1798-1854), dengan Positivisme Hukum Tiga Tahapnya; Herbert Spencer
(1820-1903), dengan Teori Evolusi- disamping yang dikembangkan Darwin; Oswald
Spengler (1880-1936), terkenal dengan teori Daur Kultur Sejarahnya, yaitu masa
timbul, tumbuh, mekar, menua dan hancur; G. W. F Hegel (1770-1831), terkenal
dengan Filsafat Sejarah Spekulatif, Filsafah Sejarah Formal dan Material; Karl
Marx (1818-1883), dengan matrealisme historisnya; dan Arnold J. Toynbee
(1889-1975), dengan teorinya tentang Tantangan dan Jawaban (challenge and
respone) atau yang terkenal dengan Hukum Kebudayaan atau pada Hakekatnya
disebut Hukum Sejarah.
Namun untuk memperdalam
mengenai pemikiran dan pandangan para tokoh mengenai filsafat sejarah zaman
modern, ada beberapa pandangan para
tokoh yang perlu diketahui lebih dalam lagi. Untuk memahami pandangan dan
pemikiran mereka mengenai filsafat sejarah perlu dilakukan kajian lebih
mendalam terutama mengenai gerak filsafat sejarahnya. Filsafat Sejarah terbagi
menjadi dua, yakni filsafat sejarah spekulatif dan filsafat sejarah analitik.
Untuk yang pertama dikenal sebagai filsafat sejarah spekulatif, yang memiliki
dasar pertanyaan tentang: “awal, akhir, dan yang menggerakkan sejarah?”. Selanjutnya
yang kedua mendasarkan pertanyaan kepada: “apakah sejarah itu, dan untuk apa
sejarah itu?”. Artinya, mempersoalkan sejarah sebagai suatu disiplin ilmu,
didalamnya terdapat metodologi, metode sejarah, dan nilai-nilai keilmiahan
lainnya.
Memperhatikan
hal demikian, filsafat sejarah, baik itu spekulatih maupun analitik, harus
ditempatkan sebagaimana mestinya. Setidaknya ada tiga hal penting menyangkut
hal ini, yaitu filsafat sejarah dapat digunakan untuk menjelaskan mengenai
sesuatu yang sangat mendasar dari segi sejarah atau dengan kata lain mencoba
dari segi intelektual menjawab pertanyaan: “apakah makna hidup ini?”. Kedua,
menegaskan keterkaitan antara masa sekarang dengan masa lalu, segi kontinuitas
ini adalah usaha mempertahankan identitas manusia. Terakhir, ketiga, dalam
gejolak atau ketidakpastian, filsafat sejarah menjadi pegangan sebagai sebuah
kunci keyakinan. Ini semua merupakan kolaborasi antara filsafat sejarah
spekulatif yang cenderung menduga-duga, dan analitik yang ilmiah. Filsafat
sejarah analitis dapat dibedakan dengan filsafat sejarah, namun kedua-duanya
berjalan secara beriringan, dan saling mempengaruhi.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1 Bagaimanakah
Latar Belakang Munculnya Pemikiran dan Pandangan Filsafat Sejarah Zaman Modern
?
1.2.2 Siapa
Sajakah Tokoh-tokoh Filsafat Sejarah Jaman Modern ?
1.2.3 Bagaimanakah
Pemikiran dan Pandangan Tokoh-tokoh Filsafat Sejarah Zaman Modern?
1.3 Tujuan
Pembahasan
1.3.1 Menanalisis
Latar Belakang Munculnya Pemikiran dan Pandangan Filsafat Sejarah Zaman Modern.
1.3.2 Mengetahui
Tokoh-tokoh Filsafat Sejarah Jaman Modern.
1.3.3 Menganalisis
Pemikiran dan Pandangan Tokoh-tokoh Filsafat Sejarah Zaman Modern.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1
Munculnya Pandangan dan Pemikiran Filsafat Sejarah Zaman Modern
Menurut Prof. Sartono
Kartodirdjo filsafat sejarah adalah salah satu bagian filsafat yang berusaha
memberikan jawaban terhadap pertanyaan mengenai makna suatu proses pristiwa
sejarah. Manusia tidak puas dengan pengetahuan sejarah, dicarinya makna yang menguasai
kejadian-kejadian sejarah. Dicarinya hubungan antara fakta-fakta dan sampai
kepada asal dan tujuannya. (Sartono Kartodirdjo 1990: 79-79).
Periode Renaissance,
Reformasi dan Rasionalisme merupakan peralihan kearah jaman modern. Tiga aliran
inilah yang memberikan wajah baru pada kehidupan Eropa Barat. Dalam abad XIX
pemisahan antara abad pertengahan masih sangat jelas dan tajam. Renaissance,
Reformasi, jatuhnya konstatinopel, penemuan-penemuan geografis, pendapatan seni
letak buku, semuanya terjadi didalam
pertengahan abad XV dan dasawarsa pertama abad XVI.
2.1.1 Renaissance
Kebudayaan
modern lebih bersifat sekuler dari pada kebudayaan abad pertengahan. Sebelum
tahun 1400 di barat hanya ada satu gereja, yaitu gereja Khatolik-Roma, tetapi
sesudah tahun 1700 terdapat ratusan sekte dan masih tak terhitung lagi
banyaknya perkumpulan yang mempunyai arah kerohanian. Kebudayaan Renaissance
berkembang di Italia, karena perdagangan pelajar setelah perang salib mengalami
kemajuan pesat. Renaissance dianggap sebagai masa peralihan dari abad
pertengahan kejaman modern dan dengan demikian ia memiliki unsur-unsur dari
kebudayaan kuno maupun kebudayaan baru.
Lambat
laun nilai kristiani abad pertengahan mulai kehilangan arti, ide-ide
tradisional abad pertengahan tak lagi memberi kepuasan. Kepercayaan kepada
Tuhan tak lagi memberi garis arah pada pandangan hidup manusia. Aturan-aturan
moral lama tak lagi dihormati dan oring tak segan-segan untuk merebut kekuasaan
dengan jalan khianat dan kekejaman. oleh karenanya kesenian dan ilmu
pengetahuan maju dengan sangat pesatnya.
2.1.2 Reformasi
Latar
belakang ekonomis dari masa Reformasi adalah peralihan dari rumah tangga alam
ke kapitalisme dagang, dan karena penemuan-penemuan besar yang mengakibatakan
meluasnya perdagangan dan pelajaran. Pedagang kaya memegang monopoli dan
pengusaha bank yang kaya dengan tepat memperoleh banyak kekuasaan politik
karena pinjaman-pinjaman yang tidak sedikit. Munculnya
nasionalisme akibat kemunduran gereja romawi menjelang akhir abad pertengahan maka
protentatisme dari Luther, Calvijn dan Zwingli dapat berkumandang di barat.
Protentatisme semula tak menghendaki pembaharuan gereja, melainkan ingin
kembali seperti oaring-orang Kristen pertama pada masa permulaan. Protentatisme
merupakan revolusi menentang kekuasaaan gereja, menentang kepausan dan
hierarchi gereja. Orang menolak perantara dari pada imam maupun organisasi
buatan manusia dan ingin langsung berhubungan dengan Tuhan. Ajaran Calvin juga
didasarkan atas keselamatan yang disebabkan karena terpilihnya seorang oleh
Tuhan. Ia mencoba mendirikan perkumpulan suci dari para pemeluk, yang
pengurusnya di pegang oleh para kaum awam. Kaum yang menghendaki pemurnian
beranggapan adalah sesuatu yang sungguh baik dan bersifat illahi.
Reformasi
di Inggris berakar pada kepentingan politik dan ekonomi yang memainkan peranan
terpenting ajaran dan upacara-upacara pada mulanya sama dengan gereja khatolik.
Semasa skisma itu persoalannya ialah untuk memperbesar kekuasaan raja dan
mengurangi pengaruh gereja. Lambat laun ide protestan itu merembet ke inggris,
terutama dikalangan para pedagang, dan baru diantara para rohaniawan. Dengan demikian berlalulah masa kesatuan
Kristen di Eropa, monopoli golongan rohaniawan telah retak dan kekuasaan
politik maupun rohaniawan roma menjadi patah. Protestan sejak itu tak lagi
mendapatkan daerah-daerah baru yang penting. Selanjutnya meluasnya pandangan
sejarah ilmiah. Maka orang mulai menerima beragam kepercayaan agama. Oleh
karena reaksi terhadap Reformasi kebetulan bertepatan waktunya dengan dominasi
spanyol, maka protantisme diidentifikasikan dengan nasionalisme, yang muncul
untuk menentang absolutisme politik dan kegerejaan dari Gereja Roma.
2.1.3
Rasionalisme
Kemakmuran
dalam abad XVI dan XVII merupakan dasar yang kuat bagi peradaban umunya. Ilmu
pengetahuan, filsafat dan kesusasteraan menyongsong masa keemasannya. Usaha ilmu pengetahuan dengan hasilnya yang
mengagumkan menyebabkan suatu perubahan menyeluruh dan berarti suatu kemajuan
material yang abru semenjak masa-masa Mesir dan Mesopotamia. Dengan penelitian yang tekun maka jiwa
rasionalisme akan dapat menembus dunia kebendaan. Ia tak mau menggunakan
hal-hal diatas kodrat sebagi dasar sebagai dasar untuk menerangkan benda-benda
ataupun sebagai patokan. Dengan demikian ia memutuskan hubungan dengan tradisi
Kristiani dan kekuasaan gereja maupun klerikal.
2.2
Tokoh-Tokoh
Filsafat Jaman Modern
Renaissance,
Nasionalisme dan Rasionalisme inilah yang memunculkan tokoh-tokoh jaman modern,
namun dalam hal ini ada beberapa tokoh yang akan di bahas dalam makalah ini
agar kita lebih mengerti mengenai pemikiran dan pandangan filsafat sejarah
jaman modern. Berikut adalah
tokoh-tokoh yang terkenal pada zaman modern:
2.2.1 VICO
(akhir abad ke 17 dan permulaan abad ke 18)
Vico adalah seorang filsuf sejarah dan sosial yang hidup di Italia pada
akhir abad ke 17 dan permulaan abad ke 18. Menurut Vico, sejarah kemanusiaan
bisa diletakkan di bawah interpretasi ilmiah yang teliti. Ia dalam karyanya The
New Science, berupaya menguraikan sebab-sebab terjadinya kultural yang menimpa
masyarakat manusia. Ahli lain berpendapat bahwa teori yang dikemukakan oleh
Vico tidak jelas dan menimbulkan keraguan. Ia juga menyatakan bahwa tidak semua
pendapat Vico merupakan hasil pengujian yang gamblang dan banyak di antara
pendapatnya itu yang diuraikan oleh pemikiran dan pendapat yang ditimpa dari
Perjanjian Lama, dan tidak lepas dari fanatisme keagamaan. Meskipun banyak
kritikan terhadap pendapat Vico dalam penilaian banyak ahli, Vico tetap
dipandang sebagai bapak sejarah. Ia dipandang sebagai salah seorang pengasas
kajian historis pada zaman modern. Dapat dikatakan pula bahwa dedikasinya
terhadap sejarah sebanding dengan dedikasi Bacon terhadap metode penelitian
fisika dan dedikasi Auguste Comte terhadap sosiologi.
2.2.2 G.W.H. HEGEL
(1770-1831).
Semua
tulisan George Wilhelm Friederich
Hegel mencerminkan minat pokoknya pada sejarah. Dalam pengantar
Elements of the Philosophy of Right misalnya, Hegel mengatakan:
“Ketika
filsafat melukiskan warna kelabu pada mendung, maka sebentuk kehidupan menua,
dan dengan warna kelabu pada mendung ia tidak mengizinkan dirinya untuk
memudakan kembali, namun hanya untuk memahaminya. Burung Hantu Minerva mulai
terbang menjelang malam (Marnie Hughes-Warrington, 2008:260)”.
Tokoh Filsafat
Dialektika George
Wilhelm Friedrich Hegel adalah seorang filsuf idealis Jerman yang lahir di
Stuttgart, Wurttemberg. Pengaruhnya sangat luas terhadap para penulis dari
berbagai posisi, termasuk para pengagumnya antara lain F. H. Bradley, Sartre, Hans
Kung, Bruno Bauer, Max Stirner, Karl Marx, dan yang menentangnya antara lain, Kierkegaard,
Schopenhauer, Nietzsche, Heidegger, Schelling. Dapat dikatakan bahwa dialah yang
pertama kali memperkenalkan gagasan dalam filsafat, bahwa Sejarah dan hal yang konkret
adalah penting untuk bisa keluar dari lingkaran philosophia perennis, yakni
masalah masalah abadi dalam filsafat. Ia juga menekankan pentingnya yang lain
dalam proses pencapaian kesadaran diri. Hegel dilahirkan di Stuttgart pada 27
Agustus 1770. Di masa kecilnya, ia suka membaca literatur, surat kabar, esai
filsafat, dan tulisan-tulisan tentang berbagai topik lainnya. Masa
kanak-kanaknya yang rajin membaca,disebabkan oleh ibunya yang luar biasa
progresif dan aktif mengasuh perkembangan intelektual anak-anaknya.
Keluarga Hegel adalah
sebuah keluarga kelas menengah yang mapan di Stuttgart. Ayahnya seorang pegawai
negeri dalam administrasi pemerintahan di Wurttemberg. Hegel adalah seorang
anak yang sakit-sakitan dan hampir meninggal dunia karena cacar sebelum mencapai
usia enam tahun. Hubungannya dengan kakak perempuannya, Christiane, sangat
erat, dan tetap akrab sepanjang hidupnya. Hegel dikenal sebagai filsuf yang
menggunakan dialektika sebagai metode berfilsafat. Dialektika menurut Hegel
adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan
tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran) dan sintesis (kesatuan
kontradiksi).
2.2.3 KARL
MARX (1818-1880)
Karl Marx lahir di Trier, Jerman, pada 5 Mei
1818. Dia memulai studi hukum di Universitas Bonn pada tahun 1835, namun
kemudian pindah ke Universitas Berlim setahun setelahnya atas perintah
bapaknya. Di Berlin dia mengalihkan minatnya dari bidang hukum ke filsafat dan
sangat terpengaruh oleh ide-ide Hegel dan para penafsirnya, seperti Bruno Bauer
dan Ludwig Fuerbach. Marx dianugerahi gelar doktor lantaran disertasinya
tentang perbedaan-perbedaan antara ide-ide Demokritus dan Epicurus pada tahun
1841. Namun, karena tidak bisa menjadi dosen, Marx menjadi wartawan untuk
mencari nafkah.
Awalnya, Marx menulis
dan mengedit Rheinische Zeitung, sebuah koran liberal demokrat, namun setelah
koran ini dibredel oleh pemerintah Prussia pada tahun 1843 dia pindah ke Paris
untuk menulis buat Deutsch-Franzosische Jahrucher. Di Paris, Marx menjelajahi
ide-ide ekonomi, politik, sejarah, dan filsafat serta mulai bersahabat dengan
Friedrich Engels, anak seorang pengusaha tekstil kaya, yang juga tertarik
dengan filsafat Hegel. Marx dan Engels menulis The Holy Family, Selected
Writings, telaah kritis terhadap filsafat Bauer, sebelum Marx dan keluarganya
dipaksa pindah dari Berlin ke Brussels.
2.2.4 SPENGLER
Oswald Spengler merupakan
seorang tokoh filsuf penganut teori daur
kultural.spengler mengemukakan suatu konsepsi yang berbeda tentang gerak
sejarah dan interpretasi khusus tentang pertumbuhan dan kehancuran dan
kebudayaan. Konsepsi tersebut diuraikan Spengler dalam karyanya The Decline of
the West. Teori Spengler banyak mendapat kritikan dari sejarawan Barat. Selain
itu, banyak serawan yang mengecam karyanya berdasarkan sebab- seab ilmiah
lainnya dan menyatakan mengandug berbagai kekeliruan historis yang besar.
Oswald Spengler wafat pada tahun 1936.
2.2.5 ARNOLD
JOSEPH TOYNBEE
Arnold Joseph Toynbee lahir pada 14 April 1889 di
London. Toynbee adalah anak dari Henry Valpy Toynbee, seorang pengimpor teh
yang beralih menjadi pekerja sosial, dan Sarah Edith Marshall, sarjana
unofficial di bidang sejrah dari Universitas Cambridge. Semasa kecil, Toynbee
dididik oleh ibunya dan seorang guru privat perempuan. Kemudian dia meneruskan
ke Wotton Court di Kent dan Winchester College. Dia cemerlang dalam studinya,
dan mendapatkan beasiswa untuk disiplin sastra Yunani dan Romawi Kuno ke
Balliol College, Oxford. Ketika menggeluti sastra Yunani dan Romawi kuno,
Toynbee berambisi menjadi sejarawan besar.
Setelah menamatkan
studinya pada tahun 1912, Toynbee menjelajahi situs-situs sejarah di Yunani dan
Itali. Meskipun Toynbee menikmati perjalanannya, namun dia harus memperpendek
kunjungannya untuk mengobati disentrinya. Setelah keluar dari rumah sakit dia
mulai bekerja sebagai tutor sejarah kuno di Baliol. Dia mulai menulis sebuah
buku tentang sejarah Yunani dari masa prasejarah sampai masa Bizantium, namun
sebelum buku tersebut selesai dia terganggu oleh peristiwa yang terjadi di
masanya, seperti Perang Balkan pada 1912 dan 1913.
Pada tahun 1915,
Toynbee menerima tawaran bekerja di unit propaganda pemerintah yang baru
berdiri di London. Di situ dia bekerja dengan Lord Bryce untuk menarik
perhatian internasional terhadap pembantaian orang-orang Armenia oleh
orang-orang Turki. Toynbee bersusah payah mencari data yang bisa dipercaya,
namun lantas bermasalah dengan laporan-laporan dia dan Bryce yang berat
sebelah. Bryce dan Toynbee lantas diminta untuk menyelidiki laporan-laporan
tentang kekejaman Jerman pada pihak lain. Pada bulan Mei 1917, Toynbee kembali
bertugas di Political Intelligen Departemet, yang didirikan untuk merancang
kebijakan luar negeri Inggris selama fase akhir perang dan pada konferensi
damai Versailles. Pernikahan pertamanya adalah dengan Rosalind Murray, putri
dari Gilbert Murray, pada tahun 1913. Mereka memiliki tiga anak laki-laki, di
antaranya Philip Toynbee adalah yang kedua. Mereka bercerai pada tahun 1946.
2.2.6 CHARLES
DARWIN
Caharle Darwin Lahir pada tanggal 12 Februari 1809 di
Shrewsbury, Inggris. Charles Darwin pada umur enam belas tahun masuk
Universitas Edinburg belajar kedokteran. Tak lama kemudian dia pindah ke
Cambridge belajar unsur administrasi perkantoran. Pada tahun 1856 Darwin menerbitkan
sebarisan buku-buku yang mengangkatnya menjadi seorang biolog kenamaan di
Inggris. Terhitung sejak tahun 1837 Darwin yakin betul bahwa binatang dan
tetumbuhan tidaklah bersifat tetap, tetapi mengalami perubahan dalam perjalanan
sejarah geologi. Pada saat itu dia belum sadar apa yang menjadi sebab-musabab
terjadinya evolusi itu. Di tahun 1838 dia baca esai "Tentang prinsip-prinsip
kependudukan" Thomas Malthus. Buku Malthus ini menyuguhkannya fakta-fakta
yang mendorongnya lebih yakin adanya seleksi alamiah lewat kompetisi untuk
mempertahankan kehidupan. Bahkan sesudah Darwin berhasil merumuskan
prinsip-prinsip seleksi alamiahnya, dia tidak tergesa-gesa mencetak dan
menerbitkannya. Dia sadar, teorinya akan mengundang tantangan-tantangan. Karena
itu, dia memerlukan waktu lama dengan hati-hati menyusun bukti-bukti.
Garis besar teorinya
ditulisnya tahun 1842 dan pada tahun 1844 dia mulai menyusun bukunya yang
panjang lebar. Di bulan Juni 1858, tatkala Darwin masih sedang menambah-nambah
dan menyempurnakan buku karya besarnya, dia menerima naskah dari Alfred Russel
Wallace (seorang naturalis Inggris yang waktu itu berada di Timur) menggariskan
teorinya sendiri tentang evolusi. Buku Darwin The Origin of Species terbit pada
tahun berikutnya, menimbulkan kegemparan. Memang kenyataannya mungkin tak
pernah ada diterbitkan buku ilmu pengetahuan yang begitu tersebar luas dan
begitu jadi bahan perbincangan yang begitu hangat, baik di lingkungan para
ilmuwan maupun awam seperti terjadi pada buku On the Origin of Species by Means
of Natural Selection, or The Preservation of Favoured Races in the Strugle for
Life. Saling adu argumen tetap seru di tahun 1871 tatkala Darwin menerbitkan
The Descent of Man, and Selection in Relation to Sex. Buku ini, mengedepankan
gagasan bahwa manusia berasal dari makhluk sejenis monyet.
2.2.7 PITIRIM ALEXANDROVICH SOROKIN
Pitirim Alexandrovich Sorokin
lahir
di Rusia pada 21 Januari 1889. Beliau adalah seorang akademis dan aktivis
politik di Rusia, ia beremigrasi dari Rusia ke Amerika Serikat pada tahun 1923.
Ia mendirikan Departemen Sosiologi di Universitas Harvard. Ia terkenal untuk
sumbangannya kepada teori siklus sosial. Pitirim
menempuh pendidikan di Universitas St Petersburg setelah itu ia mengajar pada
bidang sosiologi dan hukum. Sorokin dipenjarakan tiga kali oleh rezim tsar
Rusia Kekaisaran; selama Revolusi Rusia ia adalah seorang anggota dari
Alexander Kerensky ‘s Pemerintahan Sementara Rusia. Setelah Revolusi Oktober
dia terlibat dalam kegiatan anti-Komunis, yang kemudian ia dijatuhi hukuman
mati oleh pemerintah Komunis yang menang pada saat itu. Namun ia berhasil lari
ke pengasingan dan bebas dari hukuman. Pada 1923 ia beremigrasi ke Amerika
Serikat dan menetap secara tetap pada tahun 1930. Sorokin adalah profesor
sosiologi di University of Minnesota (1924-1930) dan di Universitas Harvard (1930-1955), di mana ia mendirikan Departemen
Sosiologi.
Tulisannya mencakup
luasnya sosiologi; yang kontroversial teori proses sosial dan tipologi historis
budaya yang diuraikan dalam Dinamika Sosial dan Budaya dan banyak karya lain.
Dia juga tertarik pada stratifikasi sosial, yang sejarah teori sosiologis, dan
perilaku altruistik. Sorokin adalah penulis buku seperti Krisis usia kita dan
Power dan moralitas, tetapi magnum opus adalah Dinamika Sosial dan Budaya
(1937-1941). Teori lazimnya memberikan kontribusi kepada teori siklus social
dan terinspirasi banyak sosiolog.
2.3
Pemikiran dan Pandangan Filsafat Sejarah Spekulatif Tokoh Jaman Modern
Setelah mengetahui
biografi para tokoh jaman modern, untuk selanjutnya yang perlu di bahas adalah
mengenai pemikiran dan penadangan mereka tentang filsafat sejarah spekulatif
dan menyimpulkan hasil pemikiran dan pandangan mereka. Berikut adalah beberapa pemikiran dan pandangan
filsafat sejarah menurut tokoh
pada zaman modern:
2.3.1
Pemikiran dan Pandangan Filsafat Sejarah Vico
Dalam bukunya The New Science berupaya mnguraikan sebab- sebab terjadinya
perubahan kultural yang menimpa masyarakat manusia. Vico menyimpulkan bahwa
masyarakat manusia melalui fase-fase pertumbuhan, perkmbangan dan kehancuran.
Selain itu Vico berpendapat bahwa masyarakat manusia melalui berbagai lingkaran
kultural, beralih dari kehidupan Barbar ke kehidupan berbudaya atas tuntutan
illahi yang memelihara wujud. Akan tetapi ciri yang mewarnai teori Vico ini
adalah keyakinanya bahwa berbagai aspek kebudayaan suatu masyarakat dalam fase
manapun dalam sejarahnya membentuk pola-pola sama yang saling berkaitan satu
sama lainnya secara substansi dan essensial. Jadi, apabila dalam suatu
masyarakat berkembang suatu aliran seni atau keagamaan tertentu, berkembang
pula bersamanya pola-pola tertentu dari sistem politik, ekonomi, hukum, pikiran
dan sebagainya. Aliran Vico tentang daur kebudayaan ini pun ditegakkan di atas
hubungan internal di berbagai pola budaya yang berkembang dalam masyarakat.
Sebab, ia menjadikan daur-daur kulturalnya satu sama lainnya saling melimpahi
dan selalu memiliki perulangan. Akan tetapi perulangan itu tidak berarti bahwa
sejarah mengulang dirinya sendiri. Menurut Vico, sejarah berputar dalam gerakan
spiral yang mendaki dan selalu memperbaiki diri. Pembaharuan diri terus menerus
dari gerak sejarah ilmiah yang menjadi ciri teori Vico yang membedakannya
teori-teori tentang daur kultural sejarah sebelumnya. Sehingga teori ini mempunyai
dampak yang jelas bagi para filsuf sejarah setelahnya seperti Herder, Hegel dan
Karl Mark.
Masyarakat manusia menurut Vico bergerak melalui fase-fase perkembangan
tertentu yang berakhir dengan kemunduran atau berbarisme dan selanjutnya
dimulai lagi fase yang awal hingga seterusnya. Dalam wawasan historis Vico, ide
kemajuan adalah substansi, meskipun kemajuan ini tidak berjalan lurus ke depan.
Tetapi bergerak dalam lingkaran-lingkaran historis yang satu sama lainnya
saling melimpahi. Atas dasar itu, Vico membagi sejarah kemanusiaan menjadi tiga
fase yang saling berkesinambungan. Yaitu fase teologis, fase herois, dan fase humanistis.
Dalam fase teologis, Vico menyebutnya dengan masa Ketuhanan. Masa ini
bermula pada saat suatu bangsa mulai meningalkan secara bertahap kehidupan
primitif sebelumnya, untuk masuk pada masa ketuhanan. Dengan ditandai masa
berkembangnya barbagai Khurafat dan rasa takut terhadap fenomena alam ang
dipandang sebgai teofani kehendak Illahi. Selain itu, masa ini juga ditandai
dengan didominasinya roh baik dan roh jahat yang menentukan nasib manusia.
Dengan demikian, kehidupan masyarakat pada fase ini pembangkitan rasa takut
akan amarah Tuhan yang terefleksikan dalam kemarahan alam merupakan
satu-satunya untuk mengendalikan perlawanan-perlawanan individu –individu dan
melaksanakan hukum.
Kemudian fase herois atau masa
Kepahlawanan. Bermula ketika masyarakat ketuhanan bersatu dan masuk pada
kesatuan yang lebih besar guna menghadapi dunia luar. Pada fase ini watak
manusia begitu didominasi cinta kepada kepahlawanan dan pemujaan kekuatan,
agama, sastra, dan filsafat. Pada era ini kekuasaan beralih kepada pendeta dan
tokoh agama kepada panglima perang dan ksatria. Dengan demikian hukum menjadi
kekuatan yang berlaku dan kekuatan bersenjata yang menentukan kebenaran.
Fase Humanistis diwarnai dengan demokrasi, pengakuan kesamaan manusia, dan
keruntuhan sistem otoriter. Ia adalah
masa rasional yang memercayai manusia dan berusaha untuk menguasai alam yang
fenomena-fenomenanya dipandang erat kaitannya dengan amarah dan keridaan Tuhan.
Masa ini menurut Vico terkandung benih kehancuran dan keruntuhan. Sebab,
demokrasi dan pernyataan persamaan anggota masyarakat mendorong rakyat awam
untuk mempunyai sikap yang ekstrem dalam menuntut hak-hak mereka secara
bertahap mereka peroleh. Akibatnya, terjadi disentregrasi dan kerusushan yang
merupakan pertanda berakhirnya daur kebudayaan seluruhnya. Apabila suatu
masyarakat telah memasuki kondisi disentregrasi sulitlah untuk melakukan
perbaikan internal dan tiak ada yang tinggal., kecuali ekspansi asing dari luar
atau disentregrasi sosial total dari dalam, yang setelahnya masyarakat kembali
ke kehidupan barbar guna memulai daur
kultur yang baru. Setelah itu melalui pola yang sama secara bertahap masyarakat
itu beranjak dari masa ke Tuhanan ke masa Kepahlawanan, kemudian masa
humanistis yang membuatnya kembali kepada masa kehidupan barbar kembali.
Kondisi tersebut berlaku secara terus menerus. Pembagian Vico atas perkembangan
tiga fase kesadaran manusia tersebut merupakan penyerderhanaan terhadap
realitas sejarah.
2.3.2 Pemikiran dan Pandangan Filsafat Sejarah Hegel
(1770-1831)
Pandangan sejarahnya bertolak dari thesis, bahwa akal adalah asas dunia ,
dunia di kuasai olehnya sehingga kenyataan bisa menjadi masuk akal dan masuk
akal pula berlakunya sejarah. Akalalh yang bekerja di dalam dan
di balik nafsu, maupun kepentingan-kepentingan manusia. Manusia berfikir dan
berusaha mencapai tujuannya., namun secara tidak sadar dan tidak dikehendaki
mereka memenuhi suatu tujuan umum, yaitu: perwujudan ide. Untuk memahami
kenyataan dan proses historis perlu menggunakan metode dialektis. Realisasi
diri dari sebuah ide menjadi tiga skema yakni: thesis, antithesis dan
synthesis. Bagi Hegel tugas utama filsafat adalah memahami kenyataan sebagaimana
adanya. Dia berkeyakinan bahwa kebenaran secara menyeluruh atau bagian-bagian dari
kebenaran dapat ditelaah melalui penalaran yang wajar serta dimengerti.
Dalam bukunya Philosphy
of Right, negara dan masyarakat sipil ditempatkan dalam kerangka dialektika itu
yaitu keluarga sebagai tesis, masyarakat sipil sebagai antitesis dan negara
sebagai sintesis. Dialektika itu bertolak dari pemikiran Hegel bahwa keluarga
merupakan tahap pertama akan adanya kehendak obyektif. Kehendak obyektif dalam
keluarga itu terjadi karena cinta berhasil mempersatukan kehendak.
Konsekuensinya, barang atau harta benda yang semula milik dari masing-masing
individu menjadi milik bersama. Akan tetapi, keluarga mengandung antitesis
yaitu ketika individu-individu (anak-anak) dalam keluarga telah tumbuh dewasa,
mereka mulai meninggalkan keluarga dan masuk dalam kelompok individu-individu yang
lebih luas yang disebut dengan masyarakat sipil (Civil Society).
Individu-individu dalam masyarakat sipil ini mencari penghidupannya
sendiri-sendiri dan mengejar tujuan hidupnya sendiri-sendiri. Negara sebagai
institusi tertinggi mempersatukan keluarga yang bersifat obyektif dan
masyarakat sipil yang bersifat subyektif. Meskipun logika pemikiran Hegel
nampak bersifat linear, namun Hegel tidak bermaksud demikian.
Hegel memaksudkan bahwa
dalam kerangka dialektika antara tesis, antitesis dan sintesis. Dalam
kerangka teori dialektikanya ini, Hegel menempatkan masyarakat sipil di antara
keluarga dan negara. Dengan kata lain, masyarakat sipil terpisah dari keluarga
dan dari negara. Masyarakat sipil bagi Hegel digambarkan sebagai masyarakat
pasca Revolusi Perancis yaitu masyarakat yang telah diwarnai dengan kebebasan,
terbebas dari belenggu feodalisme. Dalam penggambaran Hegel ini, Civil Society
adalah sebuah bentuk masyarakat dimana orang-orang di dalamnya bisa memilih
hidup apa saja yang mereka suka dan memenuhi keinginan mereka sejauh mereka
mampu. Negara tidak memaksakan jenis kehidupan tertentu kepada anggota Civil
Society seperti yang terjadi dalam masyarakat feudal karena negara dan Civil
Society terpisahkan. Masyarakat sipil adalah masyarakat yang terikat pada
hukum. Hukum diperlukan karena anggota masyarakat sipil memiliki kebebasan,
rasio dan menjalin relasi satu sama lain dengan sesama anggota masyarakat sipil
itu sendiri dalam rangka pemenuhan kebutuhan mereka. Hukum merupakan pengarah
kebebasan dan rasionalitas manusia dalam hubungan dengan sesama anggota
masyarakat sipil. Tindakan yang melukai anggota masyarakat sipil merupakan
tindakan yang tidak rasional.
Hegel menyatakan bahwa yang sejati adalah
rasional dan kemudian menerangkan tentang dialektika yang membawa ruh kepada
titik absolut, maka kita kemudian akan di bawa pada pemahaman hakekat sejarah.
Sejarah bagi Hegel dapat dipahami sebagai proses dialektika ruh. Filsafat
sejarah Hegel merupakan perwujudan atau pengejewantahan dari ide universal
menuju pada absolutisme dengan menjelaskan semua yang terjadi sebagai proses.
Bagi Hegel, sejarah
berlaku pada kelompok bukan dalam individu. Searah berkaitan dengan jiwa
manusia dan seluruh budayanya bukan dengan Ilmu dan tekhnologi seperti yang di
jelaskan oleh para pemikir pencerahan. Hegel mengangap sejarah tidakah bergerak
secara lurus terhadap kemajuan, namun ia bergerak secara dialektis melalui
jalan melingkar. Dalam The Philosophy of History Hegel mengatakan bahwa Esensi
dari ruh adalah kebebasan, maka kebebasan adalah tujuan dari sejarah. Sejarah
baginya merupakan gerak kearah rasionalitas dan kebebasan yang semakin besar.
Hegel kemudian merumuskan perkembangan historis ruh, yang terbagi dalam tiga
tahap: Pertama, Timur. Kedua, Yunani dan Romawi dan Ketiga, Jerman.
Pada fase pertama kita
akan temui bahwa yang bebas hanyalah satu orang, seperti yang kita lihat dalam
monarki Cina dan Timur Tengah , lalu sejarah bergerak pada masa Yunani Kuno dan
Romawi dimana yang bebas menjadi beberapa orang sebab masih ada pembedaan
antara tuan dan budak maka bentuk yang sempurna adalah Jerman dimana yang bebas
adalah semuanya Pemikiran Hegel mengarahkan kita pada pemahaman bahwa sejarah
merupakan pergerakan penuh tujuan atas cita-cita Tuhan untuk kemanusiaan. Hegel
pun memahami bahwa sejarah memang merupakan meja pembantaian dimana
kesengsaraan, kematian , ketidakadilan dan kejahatan menjadi bagian dari
panggung dunia. Namun Filsafat sejarah merupakan teodisi atau usaha untuk
membenarkan tuhan dan mensucikan tuhan data tuduhan bahwa tuhan membiarkan
kejahatan berkuasa di dunia. Dia menunjukkan anggapan yang salah tentang
sejarah di sebabkan karena merekan hanya melihat permukaanya saja, tetapi
mereka tidak melihat aspek Laten serta potensial dalam sejarah yaitu jiwa absolut
dan esensi jiwa yaitu kebebasan.
2.3.3 Pemikiran dan Pandangan Filsafat Sejarah Karl Marx (1818-1883)
Setelah Hegel
meninggal, terjadi banyak perdebatan mengenai idenya tentang 'Pikiran'. Bagi
para 'Hegelian Muda' di Universitas Berlin, 'Pikiran' bisa dipandang sebagai
sebuah istilah kolektif untuk seluruh pikiran manusia. Dalam pandangan seperti
ini, tulisan-tulisan Hegel menjadi sebuah catatan tentang manusia yang
membebaskan dirinya dari ilusi-ilusi yang menghalangi kesadaran diri,
persatuan, dan kebebasan. Tujuan sejarah oleh karena itu adalah pembebasan
manusia.
Marx beranggapan bahwa
keprihatinan terhadap manusia bernama kemisnkinan. Kelas buruh yang tanpa
kepemilikan, atau dia menyebut mereka 'proletar', tak memiliki pamrih apa-apa
dan tak bisa meraih apa-apa. Perkataannya yang kemudian menjadi semboyan banyak
kaum revolusioner abad XX adalah: Kaum proletar tak punya pamrih apa-apa selain
pertalian mereka, dan mereka hanya punya sepatah kata untuk menang. Namun Marx tak hanya menyalin kata-kata Hegel
ke dalam istilah-istilah ekonomi. Marx memiliki pendekatan yang sangat berbeda
terhadap sejarah:
Hegel berangkat dari
filsafat, sedangkan Marx berangkat dari pengalaman manusia. Kondisi material
kehidupan menentukan bentuk kesadaran manusia dan masyarakat, ketimbang
sebaliknya. Ide ini, yang membentuk konsepsi sejarah yang materialistis,
dijelaskan secara lebih rinci dalam pengantar A Critique of Political Economy: Dalam
proses produksi yang dijalankan manusia, mereka masuk ke dalam relasi-relasi definitif
tak terelakkan dan di luar kehendak mereka; relasi-relasi produksi ini sejalan
dengan tahap perkembangan definitif kekuatan-kekuatan produksi material mereka.
Total hitungan relasi-relasi produksi ini menentukan struktur ekonomi
masyarakat –podasi real, di atasnya berdiri superstruktur hukum dan politik dan
dengannya pula bentuk-bentuk definitif kesadaran masyarakat berkesusuaian. Mode
produksi kehidupan material menentukan karakter umum proses-proses kehidupan
politik, sosial, dan spiritual. Bukan kesadaran manusia yang menentukan
eksistensi mereka, namun sebalinya, eksistensi sosial merekalah yang menentukan
kesadaran mereka. Pada taraf tertentu perkembangan manusia kekuatan-kekuatan
produksi material dalam masyarakat bersitegang dengan relasi-relasi produksi
yang ada atau --lebih pas buat dikatakan—dengan relasi-relasi kepemilikan di
dalamnya mereka telah bekerja sebelumnya. Melewati tahap demi tahap
perkembangan kekuatan produksi relasi-relasi ini akhirnya berubah menjadi
belenggu-belenggu. Kemudian datang masa revolusi masyarakat (Selected Writings,
hlm. 389).
Di sini Marx membagi
masyarakat ke dalam tiga begian. Pertama, 'Kekuatan-kekuatan produksi', yang
terdiri dari mesin-mesin, bahan-bahan mentah, dan keterampilan-keterampilan
yang dijalankan orang demi menghidupi diri mereka. Kedua, kekuatan-kekuatan
produksi memunculkan 'relasi-relasi produksi'. Ketiga, relasi-relasi ini
menentukan 'struktur ekonomi masyarakat', dan struktur ini, pada gilirannya
membentuk 'superstruktur' atau lembaga-lembaga hukum dan politik sebuah
masyarakat dan cara-cara di mana anggota-anggota masyarakat tersebut memahami
diri mereka dan relasi-relasi mereka. Oleh karena itu untuk memahami lembaga,
hukum, seni, dan moralitas sebuah masyarakat dan perubahan-perubahan yang dialami
oleh masyarakat tersebut, penting untuk memahami bentuk dan karakter
kekuatan-kekuatan dan relasi-relasi produksinya.
Pandangan materialis
sejarah adalah teori Karl Marx tentang hukum perkembangan masyarakat. Inti
pandangan ini ialah bahwa perkembangan masyarakat ditentukan oleh bidang
produksi. Bidang ekonomi adalah basis, sedangkan dua dimensi kehidupan
masyarakat lainnya, institusi-institusi sosial, terutama negara, dan
bentuk-bentuk kesadaran sosial merupakan bangunan atas. Oleh karena faktor penentu
adalah basis, maka harus memperhatikan dahulu bidang ekonomi. Ciri yang menurut
Marx paling menentukan bagi semua bentuk ekonomi sampai sekarang adalah
pemisahan antara para pemilik dan pekerja. Masyarakat terdiri dari kelas-kelas
sosial yang membedakan diri satu sama lain berdasarkan kedudukan dan fungsi
masing-masing dalam proses produksi yaitu kelas-kelas pemilik dan kelas-kelas
pekerja. Disini kelas pemilik begitu berkuasa. Misalnya para pemilik tanah
mengontrol para buruh tani. Itu berarti bahwa para pemilik dapat menghisap
tenaga kerja para pekerja. Kelas-kelas pemilik merupakan kelas-kelas atas dan
kelas-kelas pekerja merupakan kelas-kelas bawah dalam masyarakat. Jadi menurut
Marx ciri khas semua pola masyarakat sampai sekarang ialah, bahwa masyarakat
dibagi ke dalam kelas-kelas atas dan bawah. Struktur ekonomi tersusun
sedemikian rupa hingga yang pertama ( pemilik ) dapat hidup dari penghisapan
tenaga kerja yang kedua ( pekerja ).
Bangunan atas
mencerminkan keadaan itu. Negara adalah alat kelas-kelas atas untuk menjamin
kedudukan mereka sedangkan “bangunan atas idealis” istilah Marxis bagi agama,
filsafat, pandangan-pandangan moral, hukum, estetis dan lain sebagainya
berfungsi untuk memberikan legitimasi pada hubungan kekuasaan itu. Jadi Marx
menolak paham bahwa negara mewakili kepentingan seluruh masyarakat. Negara
dikuasai oleh dan berpihak pada kelas-kelas atas, meskipun kadang-kadang juga
menguntungkan kelas-kelas bawah. Walaupun negara mengatakan ia adalah milik semua
golongan dan bahwa kebijaksanaannya demi kepentingan seluruh masyarakat namun
sebenarnya negara melindungi kepentingan kelas atas ekonomis. Maka negara
menurut Marx termasuk lawan kelas-kelas bawah. Negara bukan milik dan bukan
kepentingan mereka. Dari negara mereka tidak dapat mengharapkan sesuatu yang
baik. Seperti halnya negara, begitu pula agama, filsafat, pandangan tentang
norma-norma moral dan hukum dan sebagainya menurut Marx tidak mempunyai
kebenaran pada dirinya sendiri, melainkan hanya berfungsi untuk melegitimasikan
kepentingan kedudukan kelas atas.
2.3.4 Pemikiran dan Pandangan Filsafar Sejarah Spengeler
Karya Spengler yang brpengaruh adalah Der Untergang des Abendlandes
(Decline of the west ) atau keruntuhan dunia barat/ eropa. Spengler meramalkan
keruntuhan Eropa yang didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan
oleh hukum alam. Dalil Spengler adalah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam
segalanya sama dengan kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud
dari fatum. Hukum itu tampak pada siklus:
No
|
Alam
|
Manusia
|
Tumbuhan
|
Hari
|
Kebudayaan
|
1.
|
Musim semi
|
Masa pemuda
|
Masa
pertumbuhan
|
Pagi
|
Pertumbuhan
|
2.
|
Musim panas
|
Masa dewasa
|
Masa
berkembang
|
Siang
|
Perkembangan
|
3.
|
Musim rontok
|
Masa puncak
|
Masa berbuah
|
Sore
|
Kejayaan
|
4.
|
Musim dingin
|
Masa tua
|
Masa rontok
|
Malam
|
Keruntuhan
|
Tiap-tiap masa pasti datang
menurut waktunya. Itulah keharusan alam yang mesti terjadi. Seperti halnya
historical materialism, paham Spengler tentang kebudayaan pasti runtuh apabila
sudah meleawti puncak kebesarannya. Oleh sebab itu keruntuhan suatu kebudayaan
dapat diramalkan terlebih dahulu menurut perhitungaan. Suatu kebudayaan
mendekati keruntuhan apabila apabila kultur sudah mendekati civilization (
kebudayaan sudah tidak dapat tumbuh lagi). Apabila kultur sudah kehilangan
jiwanya , daya cipta dan gerak sejarak akan membeku. Gerak sejarah tidak
bertujuan apapun, kecuali melahirkan, membesarkan, mengembangkan, meruntuhkan
kebudayaan .
Spengler mengemukakan suatu konsepsi yang berbeda
tentang gerak sejarah dan interpretasi khusus tentang pertumbuhan dan
kehancuran kebudayaan. Teori Spengler didasarkan pada konsepsi biologi gerak
sejarah yang sepenuhnya bertentangan dengan ide daur kebudayaan seperti yang
dikemukakan oleh Vico. Menurut Spengler, kebudayaan merupakan makhluk organis
alamiah yang timbul, tumbuh, mekar, dan menua sehingga tertimpa kehancuran.
Pertama-tama Spengler menyerukan dilancarkannya revolusi Copernicean dalam
pengkajian sejarah yang meluruskan para sejarawan Eropa yang berpandangan bahwa
kebudayaan mereka merupakan kutub tetap bagi semua kebudayaan dan menjadi
ukuran bagi kebudayaan-kebudayaan lain. Karena setiap kebudayaan merupakan
makhluk mandiri yang sepenuhnya terlepas dari kebudayaan lainnya dan tidak ada
jalan bagi setiap kebudayaan untuk berhubunga dengan kebudayaan lainnya, setiap
kebudayaan dalam kedudukannya sebagai makhluk organis dan wujud yang hakiki,
tetap kesatuan yang menutup diri.
Atas dasar itu, Spengler menyatakan atas perlunya
pengkajian setiap kebudayaan dalam kedudukannya sebagai kesatuan yang mandiri
atau lingkaran tertutup. Teori baru ini diungkapkan Spengler ketika ia
memutuskan untuk melakukakan sekali lagi apa yang telah dilakukan Copernicus sebelumnya.
Ini dilakukannya dengan pernyataannya atas nama ruang yang tidak terbatas,
bahwa semangat Barat dalam hal yang berkenaan dengan alam sejak lama telah
melakukan revolusi demikian, ketika Barat telah meninggalkan sistem kosmos
menurut teori Ptolemean dan menganut sistem kosmos yang diterima sekarang. Di
sinilah Spengler mulai berpendapat ia harus melepaskan dirinya dari ide-ide pembagian sejarah menjadi tiga
periode, yaitu sejarah zaman kuno, sejarah zaman abad pertengahan, dan sejarah
zaman modern. Menurutnya pembagian itu begitu mendominasi pikiran sejarawan
Barat yang berpendapat bahwa kawasan Eropa merupakan pusat real umat manusia
karena ia merupakan kawasan unik yang dipilih di atas bola bumi tanpa sebab
yang jelas, kecuali karena bangsa-bangsa Eropa tinggal di kawasan bangsa itu.
Dan pembagian sejarah ini disebut Spengler dengan metode Ptolomean.
Kritik revolusioner atas metode-metode penelitian
sejarah yang selama ini menimbulkan akibat-akibat lain, yang dipandang perlu
dan benar oleh Spengler diantaranya adalah tinjauan objektif atas sejarah
memerlukan pengkajian atas kebudayaan-kebudayaan yang tidak melibatkan diri
dalam kebohongan yanag tidak terhormat dalam membahas sumber-sumbernya dan
dampak luar atas pertumbuhan dan perkembangannya. Dia juga berpendapat bahwa
sejarawan yang menyatakan adanya hubungan antara kebudayaan, yaitu antara
hubungan sebab akibat telah melakukan kekeliruan. Sebab, mereka memasukkan ide
pengaruh dan keterpengaruhan, padahal keserupaan yang ia lihat pada sebagian citra
dan kondisi antara satu kebudayaan dan kebudayaan lainnya hanyalah keserupaan
dalam manifestasi luarnya saja. Karena kebudayaan baru tersebut tidak mampu
mengembangkan pola-pola khasnya, sehingga terhalanglah perkembangan
kesadarannya terhadap dirinya sendiri.
Segala sesuatu yang timbul dari relung-relung
semangatnya yang masih lemah ini dengan cepat terjerumus ke dalam pola-pola
kososng yang ditinggalkan oleh kebudayaan lama yang sebenarnya asing baginya.
Itulah kritik keras terhadap metode penelitian historis yang berkembang pada
abad ke 18 dan ke 19. Sedangkan kisah kebudayaan menurut Spengler adalah kisah
yang tiada hentinya. Pada masa depan akan ada kebudayaan-kebudayaan yang tidak
terhitung jumlahnya. Pengkajian atas komposisi kebudayaan, menurut Spengler
adalah pengkajian atas pola jenis kehidupan dan ritme historisnya. Sebab
kebudayaan menurut Spengler adalah kebangkitan spritual suatu kelompok manusia
yang dihubungkan oleh konsepsi yang dekat dengan wujud dan hal ini
terefleksikan dalam berbagai kegiatan mereka, baik dalam seni, filsafat,
politik, ekonomi maupun perang.
Menurut Spengler, lahirnya kebudayaan terjadi
pada saat jiwa yang besar bangkit dan terpisah dari kondisi spiritualitas
pertama masa anak-anak manusia yang
abadi dan ia tumbuh dalam lahan lingkungan yang sepenuhya bisa dibatasi dan
teta terikat dengannya. Dengan lahirnya kebudayaan baru, anarki mutlak yang
sebelumnya begitu dominan berubh menjadi tunduk pada kehendak sisten kreatif
yang mendorong penciptaan dalam berbagai bidang kultural. Vitalitas kreatifitas
dalam kebudayaan itu akan berlangsung
sampai ia memasuki periode tua setelah melalui periode remaja dan periode muda.
Barulah sudah periode penciptaan kulturalnya dan masuklah ia pada periode
pencitarasaan materil dan tinjauan intelektual. Dengan demikian, kebudayaan
berubah menjadi peradaban yang rasio mendominasi manifestasi-manifestasi
pemikiran segala sesuatu tunduk pada logika sebab-akibat, mekanisme murni yang
menjadi lebih dominan, dan kreativitas artistis dan filosofis menjadi sirna.
Kemudian yang tinggal hanyalah kehancuran.
Dengan demikian, pandangan Spengler tentang
sejarah tampak seakan akan gerak perkembangan dan disentegrasi alamiah yang
menimpa kebudayaan-kebudayaan. Teori Spengler banyak mendapat kritikan sejarawan
barat, khususnya yang berkenaan mengenai ramalannya atas runtuhnya Barat dan
kebudayaan Barat setelah ia kehilangan vitalitasnya akibat materialisme dan
mekanisme yang mendominasi. Selain itu, banyak sejarawan yang mengecam karyanya
berdasarkan sebab-sebab ilmiah lainnya dan menyatakannya mengundang berbagai
kekeliruan historis yang besar. Dalam kenyataannya, kajian tentang kebudayaan
oleh Spengler ini didasarkan pada wawasan spritual tentang gerak sejarah yang
hampir merupakan fakta seperti dalam halnya fakta dalam dunia puisi.
2.3.5 Pemikiran dan Pandangan Filsafat Sejarah Arnold
Joseph Toynbee
Arnold menilai bahwa
perdaban besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan, keruntuhan, dan
kematian. Kemudian akan melahirkan peradaban baru, dan begitu seterusnya. Teori
ini pada dasarnya menyatakan bahwa perubahan terjadi secara bertahap, namun
setelah sampai pada tahap terakhir yang sempurna, akan kembali lagi ke tahap
awal untuk melakuan perubahan selanjutnya.
Prinsip utama teori siklus adalah bahwa perubahan sosial diawali dari
kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Setelah itu masyarakat akan memulai
tahap kelahiran kembali. Bagi Toynbee, peradaban adalah unit nyata dari
sejarah. Yang disebut kebudayaan (civilization) oleh Toynbee adalah wujud
kehidupan suatu golongan seluruhnya. Menurut Toynbee, gerak sejarah berjalan
menurut tingkatan seperti berikut:
1. Genesis
of civilizations
Genesis of
civilizations, yaitu lahirnya peradaban. Bagaimana peradaban lahir? Apa yang menyebabkan
sebagian masyarakat (seperti masyarakat primitif) menjadi statik sejak tahap
awal keberadaannya, sedangkan masyarakat lain mencapai taraf peradaban? Jawaban
Toynbee, kelahiran sebuah peradaban tidak berakar pada faktor ras atau
lingkungan geografis, tetapi bergantung pada dua kombinasi kondisi, yaitu
adanya minoritas kratif dan lingkungan yang sesuai. Lingkungan sesuai ini tidak
sangat menguntungkan juga tidak sangat tidak menguntungkan. Mekanisme kelahiran
sebuah peradaban berdasarkan kondisi-kondisi ini terformulasi dalam proses
saling mempengaruhi dari tantangan dan tanggapan (challenge and response).
Lingkungan menantang masyarakat melalui minoritas kreatifnya menanggapi dengan
sukses tantangan itu. Solusi yang diberikan minoritas kreatif ini kemudian
diikuti oleh mayoritas. Proses ini disebut mimesis. Tantangan baru kemudian
muncul, diikuti oleh tanggapan yang sukses kembali. Proses bergerak terus dan
gerak tertentu membawanya kepada tingkat peradaban. Apa bentuk
tantangan-tantangan atau rangsangan
lingkungan yang melahirkan peradaban ini? hard country, new ground karena
migrasi misalnya, perang, tekanan (pressures, kompetisi antar masyarakat,
hukuman (penalization, hukuman sosial).
2. Growth
of civilization
Growth of civilization,
yaitu perkembangan peradaban. Bagaimana perdaban tumbuh dan berkembang? Dalam
pemikiran Toynbee, pertumbuhan peradaban tidak diukur dari ekspansi geografis
masyarakatnya. Dari aspek hubungan intrasosial dan antar individu, pertumbuhan
adalah tanggapan tak kenal henti dari minoritas kreatif terhadap tantangan-tantangan
lingkungan yang ada.
3. Decline
of civilization
Decline of
civilization, yaitu keruntuhan peradaban. Bagaimana peradaban jatuh,
terdisintegrasi, dan hancur? Peradaban yang jatuh kemudian hancur adalah kenyataan
sejarah. Tetapi kejatuhan atau kehancuran peradaban bukan karena faktor
geografis atau penyerbuan dari luar. Juga bukan karena kemunduran teknik dan
teknologi. Karena kemunduran peradaban adalah sebab, sedang kemunduran teknik
adalah konsekuensi atau gejala. Pembeda utama massa pertumbuhan dan masa
disintegrasi adalah pada masa pertumbuhan peradaban sukses memberikan respon
terhadap tantangan sedangkan pada masa disintegrasi peradaban gagal memberi
respon yang tepat. Toynbee menegaskan bahwa peradaban tuntuh karena buhuh diri
(sosial), bukan karana pembunuhan (sosial).
2.3.6 Pemikiran
dan Pandangan Filsafat Sejarah Charles Darwin
Teori
evolusi merupakan buah filsafat materialistis yang muncul bersamaan dengan
kebangkitan filsafat‐filsafat materialistis kuno dan kemudian menyebar luas di abad ke‐19. Seperti telah disebutkan sebelumnya, paham materialisme
berusaha menjelaskan alam semata melalui faktor-faktor materi. Karena menolak penciptaan, pandangan
ini menyatakan bahwa segala sesuatu, hidup ataupun tak hidup, muncul tidak
melalui penciptaan tetapi dari sebuah peristiwa kebetulan yang kemudian
mencapai kondisi teratur. Akan
tetapi, akal manusia sedemikian terstruktur sehingga mampu memahami keberadaan
sebuah kehendak yang mengatur di mana pun ia menemukan keteraturan. Filsafat
materialistis, yang bertentangan dengan karakteristik paling mendasar akal
manusia ini , memunculkan "teori evolusi" dipertengahan abad ke‐19.
Khayalan
Darwin Orang yang mengemukakan teori evolusi sebagaimana yang dipertahankan
dewasa ini, adalah seorang naturalis amatir dari Inggris, Charles Robert Darwin.
Darwin tidak pernah mengenyam pendidikan formal di bidang biologi. Ia
hanya memiliki ketertarikan amatir pada alam dan makhluk hidup. Minat
tersebut mendorongnya bergabung secara sukarela dalam ekspedisi pelayaran
dengan sebuah kapal bernama H.M.S.Beagle, yang berangkat
dari Inggris tahun 1832 dan mengarungi berbagai belahan dunia selama
lima tahun. Darwin muda sangat takjub melihat beragam spesies makhluk hidup, terutama
jenis‐jenis
burung finch tertentu di kepulauan Galapagos. Ia
mengira bahwa variasi pada paruh burung‐burung tersebut disebabkan oleh adaptasi mereka terhadap habitat. Dengan pemikiran ini, ia
menduga bahwa asal usul kehidupan dan spesies berdasar pada konsep
"adaptasi terhadap lingkungan".
Menurut Darwin, aneka spesies makhluk hidup tidak
diciptakan secara terpisah oleh Tuhan, tetapi berasal dari nenek moyang yang
sama dan menjadi berbeda satu sama lain akibat kondisi alam. Hipotesis Darwin tidak berdasarkan penemuan atau penelitian ilmiah
apapun, tetapi kemudian ia menjadikannya sebuah teori monumental berkat
dukungan dan dorongan para ahli biologi materialis terkenal pada masanya.
Gagasannya menyatakan bahwa individu‐individu yang beradaptasi pada habitat mereka dengan cara terbaik ,
akan menurunkan sifat‐sifat mereka kepada generasi berikutnya.
Sifat‐sifat yang menguntungkan ini lama‐kelamaan terakumulasi dan mengubah suatu individu menjadi spesies yang sama sekali berbeda dengan nenek moyangnya. (Asal usul "sifat‐sifat yang menguntungkan" ini belum diketahui pada waktu itu.
Sifat‐sifat yang menguntungkan ini lama‐kelamaan terakumulasi dan mengubah suatu individu menjadi spesies yang sama sekali berbeda dengan nenek moyangnya. (Asal usul "sifat‐sifat yang menguntungkan" ini belum diketahui pada waktu itu.
Menurut
Darwin,manusia adalah hasil paling maju dari mekanisme ini. Darwin menamakan
proses ini "evolusi melalui seleksi alam". Ia mengira telah menemukan
"asal usul spesies" :suatu spesies berasal dari spesies lain. Ia
mempublikasikan pandangannya ini dalam bukunya yang berjudul The Origin of
Species By
Means of Natural Selection pada tahun 1859. Darwin sadar bahwa teorinya
menghadapi banyak masalah. Ia mengakui ini dalam bukunya pada bab "Difficulties of the
Theory". Kesulitan- kesulitan ini terutama pada catatan fosil dan organ‐organ
rumit makhluk hidup (misalnya mata) yang tidak mungkin dijelaskan dengan konsep
kebetulan, dan naluri makhluk hidup. Darwin berharap kesulitan-kesulitan ini
akan teratasi oleh penemuan‐penemuan baru, tetapi
bagaimanapun ia tetap mengajukan sejumlah penjelasan yang sangat tidak memadai
untuk sebagian kesulitan tersebut.
Seorang
ahli fisika Amerika , Lipson , mengomentari "kesulitan‐kesulitan"
Darwin tersebut. Ketika membaca The Origin of Species, Lipson mendapati
bahwa Darwin sendiri tidak seyakin yang sering dikatakan orang tentangnya bab
"Difficulties of the Theory" misalnya, menunjukkan keragu‐raguannya
yang cukup besar. Sebagai seorang fisikawan, Lipson secara khusus
merasa terganggu oleh komentarnya mengenai bagaimana mata terbentuk:
1. Saat menyusun teorinya, Darwin
terkesan oleh para ahli biologi evolusionis sebelumnya, terutama
seorang ahli biologi Perancis, Lamarck.
2. Menurut Lamarck, makhluk hidup
mewariskan ciri‐ciri yang mereka dapatkan selama hidupnya dari satu generasi ke
generasi berikutnya, sehingga terjadilah evolusi. Sebagai contoh, jerapah
berevolusi dari binatang yang menyerupai antelop. Perubahan itu terjadi dengan
memanjangkan leher mereka sedikit demi sedikit dari generasi ke generasi ketika
berusaha menjangkau dahan yang lebih tinggi untuk memperoleh makanan. Darwin
menggunakan hipotesis Lamarck tentang "pewarisan sifat‐sifat
yang diperoleh "sebagai faktor yang menyebabkan makhluk hidup berevolusi.
Sejak abad ke‐6, para ahli sudah mencoba mengemukakan pendapatnya tentang alam.
Perkembangan teori Darwin tentang pengetahuan evolusi telah berkembang menjadi suatu cabang ilmu
tersendiri. Tokoh evolusi pertama yang pendapatnya tentang evolusi diterima
oleh dunia pengetahuan alam adalah Charles Robert Darwin, pendapat beliau tercantum dalam buku yang diberinya judul “On The Origin
of The Species by Means of natural selection“. Di dalam buku ini
termuat ajaran Darwin mengenai pokok–pokok evolusi yaitu:
1. Bahwa
makhluk hidup yang ada sekarang berasal dari makhluk pada masa silam
2. Evolusi terjadi melalui seleksi alam.
Darwin mengemukakan pendapatnya dengan menyertakan bukti–bukti
dan alas
an yang menunjang pendapatnya.
Teori penciptaan pertama kali timbul dikalangan Kristen literalis yang tidak
dapat menerima evolusi karena dianggap pertentangan dengan narasi kisah penciptaan tujuh hari pada kitab kejadian dalam
perjanjian lama, namun belakangan muncul juga dikalangan islam misalnya penulis
kenamaan dari turki yaitu Harun Yahya yang melakukan penolakan teori evolusi berdasarkan Al–Quran. Penyebab penolakan sebagian kalangan
beragam atas disebabkan anggapan bahwa evolusi menghilangkan “peran tuhan”
dalam penciptaan, atau bahkan. Kendati evolusi sebagai sains tidak bias ikut
campur persoalan tindakan Tuhan, yang berada dalam ranah keimanan dan diluar
sains.
Hingga saat ini banyak kalangan masih meragukan kebenaran teori evolusi Darwin, terutama mereka dari kalangan agama. Secara ilmiah teori Darwin belum runtuh, sebelum ditemukannya bukti‐bukti empiris yang bertentangan dengan kesimpulan tersebut.
Hingga saat ini banyak kalangan masih meragukan kebenaran teori evolusi Darwin, terutama mereka dari kalangan agama. Secara ilmiah teori Darwin belum runtuh, sebelum ditemukannya bukti‐bukti empiris yang bertentangan dengan kesimpulan tersebut.
Tahun 1858, Darwin mengajukan dua teori pokok yaitu
spesies yang hidup sekarang berasal dari spesies yang hidup sebelumnya,dan evolusi
terjadi melalui alam. Perkembangan
tentang teori evolusi memang sangat menark untuk diikuti. Darwin pun
berpendapat bahwa berdasar polanya evolusi bersifat gradual, berdasarkan arah
adaptasinya bersifat divergen dan berdasar hasilnya sendiri selalu dimulai
terbentuknya varian baru.Dalam perkembangannya teori evolusi Darwin mendapat tantangan
(terutama dari golongan agama, dan penganut paham teori penciptaan Universal
Creation), dengan berbagai dukungan dan pengkayaan‐pengkayaan.
Jadi teori evolusi sendiri juga berevolusi, sehingga teori evolusi biologi yang
dikenal dengan istilah Neo-Darwinian dan Modern Sintesis, bukanlah murni seperti
yang diusulkan oleh Darwin. Berbagai istilah hasil pengkayaan menjadi cermin pergulatan
pemikiran dan argumentasi ilmiah seputar teori evolusi ini. Dari sinipun
dikenal berbagai istilah seperti berdasar kecepatan evolusi (evolusi quasi dan evolusi quantum), berdasar arah adaptasi (evolusi
divergen dan evolusi konvergen), berdasar polanya (evolusi gradual,
evolusi punctual, dan evolusi saltasi) dan berdasar skala produknya dikenal evolusi makro dan evolusi mikro.
Semenjak
penerbitan buku Darwin “The Origin of Species”, evolusi mendapatkan banyak
kritik dan menjadi tema yang controversial. Namun demikian,kontroversi ini pada umumnya berkisar dalam mimplikasi dari teori
evolusi dibidang filsafat, social, dan agama. Di dalam komunitas ilmuan, teori
evolusi telah di terima secara luas dan tidak mendapat tentangan seperti yang sudah diprediksi oleh Darwin,implikasi yang paling controversi adalah
evolusi manusia. Banyak yang tidak menerima bahwa segala jenis makhluk
hidup,termasuk menusia berasal dari prosesalam. Aliran yang sering dianggap berlawanan dengan teori
evolusi adalah penciptaan yang mempercayai bahwa makhluk hidup dan segala
jenisnya diciptakan oleh Tuhan secara terpisah, meskipun teori evolusi selalu
diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun sebenarnya biologi evolusi telah berakar sejak zaman aristoteles.
Namun
demikian, Darwin adalah ilmuan pertama yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti. Sampai saat ini, teori Darwin
tentang evolusi yang terjadi karena seleksi alam dianggap oleh meyoritas
masyarakat sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskanteorievolusi. Para ilmuan dan intelektual berani mengungkap kekeliruan ilmiah teori
evolusi Darwin, dan sebagai sisi gelap itu tidak hanya berlaku di amerika
serikat. Seseorang penulis dari teori evolusi berdasarkan Al–Quran dan beliau
juga mengemukakan kebenaran bahwa teori Darwin tidaklah ilmiah. Aliran yang
sering dianggap berlawanan dengan teori evolusi adalah teori
penciptaan,yang mempercayai secara terpisah (tidak ada kesamaan leluhur, atau
bahwa satu jenis makhluk hidup tidak diturunkan dari makhluk hidup lain).
2.3.7 Pemikiran dan
Pandangan Filsafat Sejarah Pitirim Alexsandrovich Sorokin
Sorokin
mengemukakan teori yang berlainan, ia menerima teori siklus seperti hukum fatum
ala Oswald Spengler dalam karya yang berpengaruhnya Der Untergang des Abendlandes (Decline of
the West) atau Keruntuhan Dunia Barat/Eropa. Spengler meramalkan
keruntuhan Eropa yang didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan
oleh hukum alam. Dalil Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan
dalam segalanya sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta.
Persamaan itu berdasarkan kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai
wujud dari fatum.
Sorokin menilai gerak sejarah dengan gaya, irama dan corak ragam yang kaya raya
dipermudah, dipersingkat dan disederhanakan sehingga menjadi teori siklus.
Sorokin menyatakan bahwa gerak sejarah menunjukkan fluctuation of age to age, yaitu
naik turun, pasang surut, timbul tenggelam. Ia menyatakan adanya cultural
universal dan di dalam alam kebudayaan itu terdapat masyarakat dan aliran
kebudayaan.
Di alam yang luas ini terdapat 3 tipe yang tertentu,
yaitu pertama, sistem ideasional, yaitu kerohanian, keagamaan, ketuhanan, dan
kepercayaan. Kedua yaitu, sistem inderawi, ysitu serba jasmaniah, mengenai
keduniawian, dan berpusat pada pancaindera. Ketiga
yaitu, sistem campuran, yaitu perpaduan dua sistem sebelumnya (idealistic). Teori
kedua yang diungkapkan oleh Sorokin yaitu mengenai Intergrasi sosial dan
budaya. Satu alasan yang memungkinkan martindale melihat Sorokin sebagai
seorang organisis, dapat dilihat pada tekanan Sorokin pada pemahaman system
sosio-budaya secara keseluruhan. Prespektif organis menekannkan kenyataan
masyarakat yang independen dan tradisi-tradisi budayanya sebagai suatu system
yang intregritas. Analisa Sorokin mengenai dinamika system-sistem sosio budaya
yang terintregitas secara luas dalam empat karangan utamanya, Social and
Culture Dynamic, sejalan dengan pendekatan ini. Alasan penting lainnya untuk
melihat Sorokin sebagai seorang ahli teori organis tanpa asumsi-asumsi
positivis adalah penolakan Sorokin untuk membatasi konsepnya mengenai kebenaran
pada data empiris, sebaliknya dia menunjukkan suatu kerelaan untuk menerima
suatu konsep mengenai kebenaran dan pengetahuan yang bersifat multidimensi,
dengan data empiris memberikan sebagian pengetahuan. Sejalan dengan penekanan
Sorokin pada arti-arti subyektif, hal itu memisahkan dia dari kelompok-kelompok
positivis yang menekankan pada empiris sebagai satu-satunya sumber pengetahuan
yang sah.
Sorokin
sendiri menilai tidak tepat klasifikasi Martindale yang memasukkan
pendekatannya kedalam suatu prespektif organis. Bukan mengasumsikan integrasi
menyeluruh yang ditekankan Sorokin. Dia menekankan pentingnya mengetahui
tingkat integrasi yang berbeda, dan mengkhususkan tingkat dimana aspek-aspek
yang berbeda dalam kenyataan sosio-budaya itu dapat dikatakan terintegrasikan.
Juga berbeda sekali dengan penekanan kelompok organis pada pola-pola
pertumbuhan dan kemunduran yang tidak berubah yang dilalui system-sistem
budaya. Sorokin menekankan tingkat variabilitas yang tinggi yang
diperlihatkannya. Tema-tema budaya dasar mungkin terulang, tetapi
pengulangan itu menunjukkan pola-pola yang berubah. Setiap tahap sejarah
masyarakat memperlihatkan beberapa unsur yang kembali berulang (artinya,
pengulangan tahap yang terdahulu) dan ada beberapa daripadanya yang unik.
Sorokin mengacu pada pola-pola perubahan budaya jangka panjang yang bersifat
“berulang-berubah” (Varyingly Recurrent ).
Penekanan Sorokin pada berulangnya tema-tema dasar
dimaksudkan untuk menolak gagasan bahwa perubahan sejarah dapat dilihat sebagai
suatu proses linear yang meliputi gerak dalam satu arah saja dalam hal ini
Sorokin berbeda dari Comte yang percaya akan kemajuan yang mantap dalam
perkembangan intelektual manusia. Pendekatan
Sorokin yang bersifat “integralis” itu memungkinkan dia untuk mengkritik dengan
keras gagasan bahwa semua pengetahuan kita akhirnya berasal dari data empiris.
Sebaliknya dia mengemukakan bahwa data empiris hanya memperlihatkan satu tipe
kebenaran. Yakni kebenaran indrawi. Juga ada kebenaran akal budi dan yang
ketiga adalah kebenaran kepercayaan atau intuisi,yang melampaui data indrawi
dan rasionalitas.
Relevansi Teori Pitirim A Sorokin:
Dalam peranannya sebagai seorang sosiolog,
Sorokin telah menyubang beberapa teori diantaranya yaitu teori tentang tipe
tipe mentalitas budaya. Teori tersebut merupakan kunci untuk memahami sistem
budaya yang terintergrasi, yaitu dengan menggunakan teori mentalitas budaya
tersebut. Dalam teorinya, Sorokin menjelaskan ada tiga jenis mentalitas budaya
yang pertama yaitu kebudayaan ideasional. Kebudayaan ideasional ini dapat
diartikan sebagai dasar berpikir bahwa kenyataan akhir itu bersifat nonmaterial
dan tidak dapat ditangkap dengan mata. Teori ini juga mengatakan bahwa dunia
ini dilihat sebagai suatu ilusi, dan sementara atau dapat diartikan sebagai
aspek kenyataan yang tidak sempurna dan tidak lengkap. Hal ini dapat kita lihat
pada saat ini bahwa di zaman modern ini terdapat beberapa agama dan kepercayaan
yang masih dipegang teguh oleh masyarakat, dan karena itu juga masyarakat juga
masih mempercayai adanya tuhan walaupun individu maupun masyarakat manapun
tidak dapat melihatnya. Dalam teori ini juga mengartikan bahwa, dunia yang kita
tempati sekarang ini merupakan dunia yang abadi, melainkan dunia yang masih
sementara, atau masih ada lagi dunia setelah ini yang lebih kita kenal dengan
dunia akhirat. Dalam teori ini juga menjelaskan bahwa manusia harus
menyeimbangkan antara kepentingan duniawi dengan kepentingan religious atau
akhirat.
Teori selanjutnya yaitu teori kebudayaan
inderawi, jika pada teori sebelumnya menganggap bahwa kita harus menyeimbangkan
antara kepentingan dunia dan akhirat, pada teori kebudayaan inderawi malah
sebaliknya, kita harus lebih terorientasi pada kepentingan duniawi. Dalam teori
ini dikatakan bahwa dunia materill yang kita alami dengan indera kita merupakan
satu satunya kenyataan yang ada. Artinya, bahwa dunia yang kita tempait
sekarang merupakan satu satunya tempat tinggal kita, dan tidak ada lagi dunia
yang lainnya. kebudayaan inderawi deibagi menjadi tigaa bagian yaitu kebudayaan
inderawi aktif, kebudayaan inderawi pasif, dan kebudayaan inderawi sinis.
Kebudayaan inderawi aktif, mendorong usaha manusia untuk berusaha aktif dan
giat untuk meningkatkan sebanyak mungkin pemenuhan kebutuhan materill dengan
mengubah dunia fisik ini sedemikian, sehingga menghasilkan sumber sumber
kepuasan dan kesenangan bersama.
Pada intinya teori ini menjelaskan bahwa
pemenuhan kebutuhan duniawi sangatlah penting daripada kebutuhan akhirat. Teori
ini pada akhirnya mendasari pemikiran manusia terhadap perkembangan teknologi
dan ilmu pengetahuan pada saat sekarang ini. Misalnya saja dapat kita lihat,
jika pada zaman dahulu masih banyak hutan lebat di Indonesia, akan tetapi saat
sekarang hutan hutan tersebut menghilang dan digantikan sebagai lahan pertanian
maupun pemukiman, di sisi lain banyak bermunculan tambang tambang emas dan
minyka bumi yang berada di wilayah Indonesia. Dalam kebudayaan inderawi pasif,
menjelaskan bahwa masyarakat memiliki hasrat untuk mengalami kesenangan
kesenangan hidup duniawi setinggi tingginya. Dalam arti, manusia mempunyai
hasrat hedonisme seperti apa yang kita lami sekarang ini. Sedangakan kebudayaan
kebudayaan sinis, manusia ditekankan pada aspek rasional atau pemikiran secara
logika atau hanya mempercayai kenyataan yang ada. Pada dasarnya, teori ini
memperlihatkan secara mendasar usaha manusia yang bersifat munafik untuk
membenarkan pencapaian tujuan materialistis, misalnya kita dapat menganggap
bahwa keberhasilan atau keberuntungan yang kita dapatkan selama ini merupakan
hasil kerja keras kita dan bukan pemberian atau karunia dari Tuhan Yang Maha
Esa. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa manusia juga memiliki hasrat untuk
tidak mempercayai adanya tuhan atau atheis. Dan teori terakhir yaitu teori
kebudayaan campuran. Teori ini merupakan penegasan antara teori ideasional dan
inderawi.
Tentunya jika kita menganalisis, terdapat persamaan antara teori mentalitas
budaya Sorokin dengan teori jenjang tiga tahap milik auguste Comte. Pada
dasarnya kedua terori ini memiliki gagasan dasar yang terkandung dalam
pandangan dunia yang dominan atau gaya berpikir sebagai acuan untuk memahami
kenyataaan sosial budaya di sekeliling kita, sedangkan perbedaannya, teori
Comte tidak bersifat linier atau siklus. Teori Comte mengemkakan bhwa sejarah
manusia menunjukkan kemajuan unlinier, yang didasarkan pada perkembangan ilmu,
yang akan bergerak maju terus menerus ke masa depan. Dalam arti, bahwa salah
satu fase dari tiga tahap tersebut tidak akan terulang kembali oleh manusia.
Sedangkan pada pendapat sosrokin, ia menjelaskan bahwa pada dasarnya jenjang
tiga tahap yang dikemukakan oleh Comte merupakan siklus yang akan berulang
ulang dan akan dialami terus oleh manusia.
BAB
3. KESIMPULAN
3.1
Simpulan
Dalam
makalah ini dapat kami simpulkan bahwa:
Masyarakat manusia menurut Vico bergerak melalui fase-fase perkembangan
tertentu yang berakhir dengan kemunduran atau berbarisme dan selanjutnya
dimulai lagi fase yang awal hingga seterusnya. Dalam wawasan historis Vico, ide
kemajuan adalah substansi, meskipun kemajuan ini tidak berjalan lurus ke depan.
Tetapi bergerak dalam lingkaran-lingkaran historis yang satu sama lainnya
saling melimpahi. Atas dasar itu, Vico membagi sejarah kemanusiaan menjadi tiga
fase yang saling berkesinambungan. Yaitu fase teologis, fase herois, dan fase
humanistis. Dalam fase teologis, Vico menyebutnya dengan masa Ketuhanan.
Kemudian fase herois atau masa
Kepahlawanan. Fase Humanistis diwarnai
dengan demokrasi, pengakuan kesamaan manusia, dan keruntuhan sistem otoriter.
Hegel berpendapat bahwa pandangan sejarahnya bertolak dari thesis, bahwa
akal adalah asas dunia , dunia di kuasai olehnya sehingga kenyataan bisa
menjadi masuk akal dan masuk akal pula berlakunya sejarah. Akalalh
yang bekerja di dalam dan di balik nafsu, maupun kepentingan-kepentingan
manusia. Manusia berfikir dan berusaha mencapai tujuannya., namun secara tidak
sadar dan tidak dikehendaki mereka memenuhi suatu tujuan umum, yaitu:
perwujudan ide. Untuk memahami kenyataan dan proses historis perlu menggunakan
metode dialektis. Realisasi diri dari sebuah ide menjadi tiga skema yakni:
thesis, antithesis dan synthesis. Bagi Hegel tugas utama filsafat adalah
memahami kenyataan sebagaimana adanya. Dia berkeyakinan bahwa kebenaran secara
menyeluruh atau bagian-bagian dari kebenaran dapat ditelaah melalui penalaran
yang wajar serta dimengerti. Hegel menyatakan bahwa yang sejati adalah rasional dan kemudian
menerangkan tentang dialektika yang membawa ruh kepada titik absolut, maka kita
kemudian akan di bawa pada pemahaman hakekat sejarah Bagi Hegel, sejarah
berlaku pada kelompok bukan dalam individu.
Marx membagi masyarakat
ke dalam tiga begian. Pertama, 'Kekuatan-kekuatan produksi'. Kedua, kekuatan-kekuatan produksi
memunculkan 'relasi-relasi produksi'. Ketiga, relasi-relasi ini menentukan
'struktur ekonomi masyarakat', dan struktur ini, pada gilirannya membentuk
'superstruktur' atau lembaga-lembaga hukum dan politik sebuah masyarakat dan
cara-cara di mana anggota-anggota masyarakat tersebut memahami diri mereka dan
relasi-relasi mereka. Pandangan materialis sejarah adalah teori Karl Marx
tentang hukum perkembangan masyarakat. Inti pandangan ini ialah bahwa
perkembangan masyarakat ditentukan oleh bidang produksi. Bidang ekonomi adalah
basis, sedangkan dua dimensi kehidupan masyarakat lainnya, institusi-institusi
sosial, terutama negara, dan bentuk-bentuk kesadaran sosial merupakan bangunan
atas.
Spengler mengemukakan suatu konsepsi yang berbeda
tentang gerak sejarah dan interpretasi khusus tentang pertumbuhan dan
kehancuran kebudayaan. Teori Spengler didasarkan pada konsepsi biologi gerak
sejarah yang sepenuhnya bertentangan dengan ide daur kebudayaan seperti yang
dikemukakan oleh Vico. Menurut Spengler, kebudayaan merupakan makhluk organis
alamiah yang timbul, tumbuh, mekar, dan menua sehingga tertimpa kehancuran. Dengan
demikian, pandangan Spengler tentang sejarah tampak seakan akan gerak
perkembangan dan disentegrasi alamiah yang menimpa kebudayaan-kebudayaan.
Arnold menilai bahwa
perdaban besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan, keruntuhan, dan
kematian. Kemudian akan melahirkan peradaban baru, dan begitu seterusnya. Menurut Toynbee, gerak sejarah berjalan
menurut tingkatan yaitu genesis of
civilizations, growth of civilizations, dan decline of civilizations.
Menurut Darwin, aneka spesies makhluk hidup tidak
diciptakan secara terpisah oleh Tuhan, tetapi berasal dari nenek moyang yang
sama dan menjadi berbeda satu sama lain akibat kondisi alam. Hipotesis Darwin tidak berdasarkan penemuan atau penelitian ilmiah
apapun, tetapi kemudian ia menjadikannya sebuah teori monumental berkat
dukungan dan dorongan para ahli biologi materialis terkenal pada masanya (teori evolusi).
Sorokin
mengemukakan teori yang berlainan, ia menerima teori siklus seperti hukum fatum. Di alam yang luas ini terdapat 3 tipe yang
tertentu, yaitu pertama, sistem ideasional, yaitu kerohanian, keagamaan,
ketuhanan, dan kepercayaan. Kedua yaitu, sistem inderawi, ysitu serba
jasmaniah, mengenai keduniawian, dan berpusat pada pancaindera. Ketiga yaitu, sistem campuran, yaitu perpaduan dua sistem
sebelumnya (idealistic).
Kartodirjo,
Sartono. 1990. Ungkapan-Ungkapan Filsafat Sejarah Barat dan Timur.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Hasbualla, Moeflih,
dkk. 2012. Filsafat Sejarah. Bandung: Pustaka Setia