Kamis, 25 Desember 2014

METODE PEMBELAJARAN DISKUSI





“ METODE PEMBELAJARAN DISKUSI“

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar

Oleh;
Adam Sukarno Putra
NIM. 120210302082




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 1. PEMBAHASAN

1.1 Metode Pembelajaran Mata Pelajaran Sejarah
Yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pada penjelasan kali ini akan membahas mengenai, metode-metode yang cocok untuk pembelajaran sejarah agar dapat berjalan secara efisien, selain itu peserta didik nantinya diharapkan dapat mengambil nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran sejarah. Karena dalm hal ini yang dilakukan adalah “belajar dari sejarah bukan belajar sejarah”. Sehingga pembelajaran sejarah tidak hanya menjadi pelajran yang membosankan, oleh karena itu seorang pendidik dituntut untuk terampil dalam menyampaikan informasi-informasi bagi peserta didik melalui metode-metode berikut ini beserta langkah-langkahnya.
Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat tergantung pada cara guru menggunakan metode pembelajaran, karena suatu strategi pembelajaran hanya mungkin dapat diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran.
Sejarah adalah ilmu tentang masa lampau dan sering dianggap remeh oleh siswa ataupun mahasiswa. Akan tetapi penting dalam pembangunan moral bangsa dan menumbuhkan nasionalisme yang tinggi, karena sebenarnya, dalam peristiwa sejarah mempunyai nilai-nilai yang dapat diambil dan diajarkan oleh guru melalui peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau. Guru harus mempunyai metode agar dalam penyampaian materi sejarah, siswa tidak mudah bosan dan dapat mempunyai semangat dalam proses pembelajaran.
Selama ini memang pengajaran sejarah yang terjadi di beberapa sekolah telah mengalami kesalahan, karena pngajarannya hanya mengajarkan tentang fakta-fata sejarah. Kebanyakan siswa hanyalah akan mendengarkan saja tanpa melalui proses penghayatan. Oleh karena itu, pelajaran sejarah terkesan embosankan dan membuat ngantuk. Yang sering terjadi pula adalah, para guru kebanyakan tidak berasal dari pendidikan sejarah murni, tetapi berasal dari pendidikan sosial.




1.2 Metode diskusi ( Discussion method )
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan (Killen, 1998). Karena itu, diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara bersama-sama. Selama ini banyak guru yang merasa keberatan untuk menggunakan metode diskusi dalam proses pembelajaran. Keberatan itu biasanya timbul dari asumsi: (1) diskusi merupakan metode yang sulit diprediksi hasilnya oleh karena interaksi antar siswa muncul secara spontan, sehingga hasil dan arah diskusi sulit ditentukan; (2) diskusi biasanya memerlukan waktu yang cukup panjang, padahal waktu pembelajaran di dalam kelas sangat terbatas, sehingga keterbatasan itu tidak mungkin dapat menghasilkan sesuatu secara tuntas. Sebenarnya hal ini tidak perlu dirisaukan oleh guru. Sebab, dengan perencanaan dan persiapan yang matang kejadian semacam itu bisa dihindari.
Penerapan diskusi ini sebenarnya sudah banyak diterapkan dalam pembelajaarn, bukan hanya alam pembelajaran sejarah. Tugas guru dalam diskusi ini hanyalah sebagai pengawas atau yang mengawasi siswa selama proses diskusi. Pentingnya diskusi dalam pembelajaran sejarah ini aalah siswa dapat melatih keterampilan berbicaranya dalam mengungkapkan permasalahan ataupun memecahkan masalah. Dalam hal ini keterampilan psikomotor siswa akan terlatih. Karena jika dilihat dari adanya perubahan kurikulum dari dahulu hingga sekarang, yang diinginkan oleh pemerintah adalah pembelajaran kontekstual, yaitu pembelajaran yang mendekatkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa. Sejarah dapat memberikan contoh nilai-nilai yang terkandung dalam setipa peristiwa yang pernah terjadi, seperti sikap toleransi dan nasionalisme. Dengan adanya diskusi ini, siswa akan tertantang untuk melatih gaya bicarnya, sehingga jika bertutur kata dalam kehidupan, siswa dapat terbiasa berbicara dengn baik.
Secara umum ada dua jenis diskusi yang biasa dilakukan dalam proses pembelajaran. Pertama, diskusi kelompok. Diskusi ini dinamakan juga diskusi kelas. Pada diskusi ini permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan oleh kelas secara keseluruhan. Pengatur jalannya diskusi adalah guru. Kedua, diskusi kelompok kecil. Pada diskusi ini siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3-7 orang. Proses pelaksanaan diskusi ini dimulai dari guru menyajikan masalah dengan beberapa submasalah. Setiap kelompok memecahkan submasalah yang disampaikan guru. Proses diskusi diakhiri dengan laporan setiap kelompok.
Muhibbin Syah ( 2000 ), mendefinisikan bahwa metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama ( socialized recitation ). Metode diskusi diaplikasikan dalam proses belajar mengajar untuk :
  1. Mendorong siswa berpikir kritis.
  2. Mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas.
  3. Mendorong siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk memcahkan masalah bersama.
  4. Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdsarkan pertimbangan yang seksama.
1.3 Langkah-langkah metode diskusi:
Agar penggunan diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Langkah Persiapan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persiapan diskusi di antaranya:
1) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat umum maupun tujuan khusus.
2) Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai..
3) Menetapkan masalah yang akan dibahas.
4) Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan diskusi, misalnya ruang kelas dengan segala fasilitasnya, petugas-petugas diskusi seperti moderator, notulis, dan tim perumus, manakala diperlukan.
b. Pelaksanaan Diskusi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diskusi adalah:
1) Memeriksa segala persiapan yang dianggap dapat memengaruhi kelancaran diskusi.
2) Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya menyajikan tujuan yang ingin dicapai serta aturan-aturan diskusi sesuai dengan jenis diskusi yang akan dilaksanakan.
3) Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan.Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah memerhatikan suasana atau iklim belajar yang menyenangkan, misalnya tidak tegang, tidak saling menyudutkan, dan lain sebagainya.
4) Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya.
5) Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedang dibahas. Hal ini sangat penting, sebab tanpa pengendalian biasanya arah pembahasan menjadi melebar dan tidak fokus.
c. Menutup Diskusi
Akhir dari proses pembelajaran dengan menggunakan diskusi hendaklah dilakuan hal-hal sebagai berikut:
1) Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai dengan hasil diskusi.
2) Me-review jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya
1.4 Jenis-jenis Diskusi
Terdapat bemacam-macam jenis diskusi yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, antara lain:
a. Diskusi Kelas
Diskusi kelas atau disebut juga diskusi kelompok adalah proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta diskusi. Prosedur yang digunakan dalam jenis diskusi ini adalah: (1) guru membagi tugas sebagai pelaksanaan diskusi, misalnya siapa yang akan menjadi moderator, siapa yang menjadi penulis; (2) sumber masalah (guru, siswa, atau
ahli tertentu dari luar) memaparkan masalah yang harus dipecahkan selama 10-15 menit; (3) siswa diberi kesempatan untuk menanggapi permasalahan setelah mendaftar pada moderator; (4) sumber masalah memberi tanggapan; dan (5) moderator menyimpulkan hasil diskusi.
b. Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok kecil dilakukan dengan membagi siswa dalam kelompok-kelompok. Jumlah anggota kelompok antara 3-5 orang. Pelaksanaannya dimulai dengan guru menyajikan permasalahan secara umum, kemudian masalah tersebut dibagi-bagi ke dalam submasalah yang harus dipecahkan oleh setiap kelompok kecil. Selesai diskusi dalam kelompok kecil, ketua kelompok menyajikan hasil diskusinya.
c. Simposium
Simposium adalah metode mengajar dengan membahas suatu persoalan dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian. Simposium dilakukan untuk memberikan wawasan yang luas kepada siswa. Setelah para penyaji memberikan pandangannya tentang masalah yang dibahas, maka simposium diakhiri dengan pembacaan kesimpulan hasil kerja tim perumus yang telah ditentukan sebelumnya.
d. Diskusi Panel
Diskusi panel adalah pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh beberapa orang panelis yang biasanya terdiri dari 4-5 orang di hadapan audiens. Diskusi panel berbeda dengan jenis diskusi lainnya. Dalam diskusi panel audiens tidak terlibat secara langsung, tetapi berperan hanya sekadar peninjau para panelis yang sedang melaksanakan diskusi. Oleh sebab itu, agar diskusi panel efektif perlu digabungkan dengan metode lain, misalnya dengan metode penugasan. Siswa disuruh untuk merumuskan hasil pembahasan dalam diskusi.

1.5 Kelebihan dan Kekurangan dalam Metode Diskusi antara lain:
·         Kelebihan
  1. Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan
  2. Menyadarkan ank didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik.
  3. Membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
4.      Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya dalam memberikan gagasan dan ide-ide.
5.      Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap permasalahan.
6.      Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal.
·         Kelemahan
  1. tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar.
  2. Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas.
  3. Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.
  4. Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
5.      Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang memiliki keterampilan berbicara.
6.      Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi kabur.
7.      Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan yang direncanakan.

Jika dilihat dari kelebihan dan kelemahan yang ada dalam diskusi, maka sudah jelas bahwa diskusi memang dapat melatih kemampuan berbicara siswanya. Sejarah ada dalam pendidikan sosial, yang mana lebih pada kehidupan masyarakat. Sehingga dapat digunakan sebagai pegangan siswa ketika siswa itu terjun dalam masyarakat.

1.6 Manfaat
1. Metode diskusi adalah cara penyampaian bahan pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah.
2. Metode diskusi merupakan salah satu solusi dalam memecahkan persoalan-persoalan kompleks yang sering kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat karenanya diskusi merupakan jalan yang banyak memberi kemungkinan pemecahan terbaik dan dilakukan atas dasar kerjasama kelompok secara musyawarah dan demokratis








BAB 2. PENUTUP
2.1  Kesimpulan
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan (Killen, 1998). Karena itu, diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara bersama-sama. Selama ini banyak guru yang merasa keberatan untuk menggunakan metode diskusi dalam proses pembelajaran. Keberatan itu biasanya timbul dari asumsi: (1) diskusi merupakan metode yang sulit diprediksi hasilnya oleh karena interaksi antar siswa muncul secara spontan, sehingga hasil dan arah diskusi sulit ditentukan; (2) diskusi biasanya memerlukan waktu yang cukup panjang, padahal waktu pembelajaran di dalam kelas sangat terbatas, sehingga keterbatasan itu tidak mungkin dapat menghasilkan sesuatu secara tuntas. Sebenarnya hal ini tidak perlu dirisaukan oleh guru. Sebab, dengan perencanaan dan persiapan yang matang kejadian semacam itu bisa dihindari.
Penerapan diskusi ini sebenarnya sudah banyak diterapkan dalam pembelajaran, bukan hanya alam pembelajaran sejarah. Tugas guru dalam diskusi ini hanyalah sebagai pengawas atau yang mengawasi siswa selama proses diskusi. Pentingnya diskusi dalam pembelajaran sejarah ini aalah siswa dapat melatih keterampilan berbicaranya dalam mengungkapkan permasalahan ataupun memecahkan masalah. Dalam hal ini keterampilan psikomotor siswa akan terlatih. Karena jika dilihat dari adanya perubahan kurikulum dari dahulu hingga sekarang, yang diinginkan oleh pemerintah adalah pembelajaran kontekstual, yaitu pembelajaran yang mendekatkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa. Sejarah dapat memberikan contoh nilai-nilai yang terkandung dalam setipa peristiwa yang pernah terjadi, seperti sikap toleransi dan nasionalisme. Dengan adanya diskusi ini, siswa akan tertantang untuk melatih gaya bicarnya, sehingga jika bertutur kata dalam kehidupan, siswa dapat terbiasa berbicara dengn baik.



DAFTAR PUSTAKA

Huda, Miftahul.2013.Model-model Pengajaran dan Pembelajaran.Yogyakarata .Pustaka Pelajar.
Hasibuan, J.J, dan Mudjiono. 1988. Proses Belajar Mengajar. CV. Remaja Karya. Bandung.

Komalasari Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual. Bandung: PT Refika Aditama

Slavin, R. E. 1995. Cooperative learning. Second edition. Boston: Allyn and Bacon.

Roestiyah N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta




IMPERIALISME




IMPERIALISME
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampu Dr. Suranto, M.Pd.





Oleh  :
Adam Sukarno Putra 
NIM 120210302082


Kelas B



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014



BAB 1. PEMBAHASAN

1.1  HAKEKAT IMPERIALISME
1.      Pengertian Imperialisme
Imperialisme secara etimologis berasal dari kata Latin imperare yang artinya memerintah atau menguasai. Kekuasaan untuk memerintah (imperare) disebut imperium dan raja yang memerintah disebut imperator. Pada periode penaklukan kebesaran seorang raja diukur berdasarkan luas daerahnya, maka raja suatu negara ingin selalu memperluas kerajaannya dengan merebut negara-negara lain. Tindakan raja inilah yang disebut imperialisme, dan selanjutnya berkembang pengertian lain sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.
Pada awalnya istilah imperium dipakai untuk menyebut wilayah kekuasaan Romawi Kuno yang menyatukan wilayah kekuasaan yang sangat luas. Usaha tersebut dilakukan dengan merebut atau menganeksasi daerah-daerah baik itu daerah sekitarnya maupun daerah yang sangat jauh bahkan diseberang lautan. Imperialisme menurut isitilah (terminologis) ialah politik menguasai negara lain untuk kepentingan negara penjajah. Setiap usaha atau tindakan untuk menguasai daerah lain disebut dengan imperialis. Ada beberapa tokoh yang mengemukakan pengertian imperialism, antara lain:
·         J.A. Habson, imperialism adalah akibat dari system perekonomian yang buruk. Barang yang melimpah di dalam negeri mendorong para produsen untuk mencari daerah pasaran dan menimbulkan imperialism.
·         J. Schumpeter, imperialism adalah kecenderungan dari suatu negara untuk melakukan ekspansi yang tidak terbatas dengan menggunakan kekerasan.
·         Ir. Sukarno, imperilisme adalah suatu keharusan yang ditentukan oleh tinggi rendahnya ekonomi suatu pergaulan hidup. Imperialisme bukan saja system atau nafsu menaklukan negeri atau bangsa lain, tapi dapat juga hanya nafsu atau system mempengaruhi ekonomi negara dan bangsa lain.
1.2  Macam Imperialisme
Imperialism pada dasarnya ada dua macam, hal ii berpijak pada usaha penaklukan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Barat, yakni :
·         Imperialism Kuno
Imperialisme kuno adalah upaya suatu negara mencari tanah jajahan karena terdorong 3G (gold, gospel, glory). Gold adalah mencari kekayaan berupa logam mulia, emas dan perak, termasuk rempah-rempah, gospel, yaitu menyebarkan agama Nasrani, dan glory, yakni untuk kejayaan negeri induknya. Imperialisme kuno ini dipelopori oleh spanyol dan portugis. Imperialisme kuno melakukan praktek penjajahan yang amat buruk, mereka mengangkut sebesar-besarnya kekayaan alam tanah jajahan ke negara penjajah, tanpa memedulikan nasib rakyat jajahan.
·         Imperialism Modern
Imperialisme modern timbul setelah revolusi industri, pertama kali di Inggiris lalu menyebar ke negara Eropa lainnya. Kemajuan industri berdampak pada masalah pemenuhan kebutuhan bahan mentah dan pasar yang luas. Negara penjajah mencari tanah jajahan untuk kepentingan ekonomi dan memenuhi kebutuhan industri yaitu sebagai tempat pengambilan bahan mentah dan pasaran hasil industrinya, sehingga ekonomi merupakan inti dari imperialisme modern. Inggris adalah pelopor imperialisme modern.
1.3  Motivasi Utama Imperialisme
·         Perjuangan untuk memperoleh daerah strategis, basis militer, urat nadi lalu lintas, dan sebagainya.
·         Keinginan untuk membangun imperium ekonomi demi kesejahteraan dari bangsa dan negara yang mendominasi.
·         Usaha untuk mencari daerah pasaran hasil industri, mendapatkan bahan mentah, menanamkan modal yang surplus, dan mendapatkan tenaga buruh yang murah.
·         Pengharapan untuk memperoleh daerah baru agar dapat memindahkan sebagian penduduk dari bangsa yang mendominasi.
1.4  Masuknya Imperialisme di Indonesia
Kedatangan bangsa asing di Indonesia semula bertujuan ingin berdagang rempah-rempah. Namun, kekayaan alam Indonesia yang berlimpah membuat mereka mengubah tujuan menjadi ingin menjajah dan menguasai Indonesia.
Berikut beberapa tujuan bangsa Eropa menguasai Indonesia:
·         Menguasai wilayah strategis guna misi perdagangan dan basis militer.
·         Mengeruk sebanyak-banyaknya kekayaan sumber daya alam suatu wilayah.
·         Menguasai perdagangan rempah-rempah langsung dari daerah sumbernya dengan menerapkan monopoli perdagangan.
·         Mencampuri urusan politik suatu wilayah.
Adapun tahap-tahap masuknya kekuasaan asing di Indonesia sebagai berikut:
1)      Kekuasaan Bangsa Portugis di Indonesia
Tahun 1511, armada penjelajah Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Alberqueque tiba di Malaka. Mereka berperang melawan Sultan Malaka, yaitu Sultan Mahmud Syah (1488 – 1528). Setelah Malaka berhasil dikuasai Portugis, perdagangan pun dimonopoli dan dikuasai oleh Portugis. Bangsa Portugis melanjutkan perjalanan dari Pulau Hitu ke Ternate, Maluku, dengan tujuan menguasai daerah penghasil rempah-rempah. Awalnya, kedatangan bangsa Portugis disambut baik oleh Raja Ternate, karena bangsa Portugis membantu Ternate melawan Tidore.
Praktik monopoli perdagangan cengkih yang dilakukan Portugis merugikan Ternate. Lama-kelamaan penguasa Ternate pun menolak bangsa Portugis. Puncak penolakan terjadi setelah Sultan Hairun dibunuh bangsa Portugis. Rakyat Ternate marah dan menyerang Portugis di bawah pimpinan Baabullah, putra Sultan Hairun. Bangsa Portugis dapat diusir dari wilayah Maluku tahun 1575. Setelah diusir dari Kepulauan Maluku, armada Portugis berlayar menuju Sumatra dan Jawa. Di Jawa, armada Portugis menjalin kontak dagang dengan Pasuruan, Blambangan, Banyuwangi, Solo, Yogyakarta, dan Banten. Di Sumatra, bangsa Portugis mencoba menguasai perdagangan lada dan cengkih, namun usahanya gagal karena kuatnya dominasi Kerajaan Aceh.
2)      Kekuasaan VOC (Kompeni Belanda) di Indonesia
Pada tahun 1602, pedagang-pedagang Belanda mendirikan perkumpulan dagang yang disebut Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Dalam bahasa Indonesia, perkumpulan dikenal dengan nama Kompeni Belanda. Badan perdagangan Belanda ini pada dasarnya bertujuan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dan untuk dapat memperkuat kedudukannya dalam menghadapi lawan-lawannya, seperti Portugis dan Spanyol. Pembentukan VOC dibantu oleh pemerintah Belanda di bawah Van Oldenbarnevedt. VOC diberi hak istimewa, sehingga menjadi badan yang berdaulat.
Dalam monopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia, VOC memberlakukan hal-hal berikut:
a.       Hak Eksteerpasi, yaitu hak untuk mengurangi hasil rempah-rempan dengan cara menebang atau memusnahkannya bila perlu. Tujuannya agar penawaran rempah-rempah terkendali dengan harga yang tetap menguntungkan VOC.
b.      Pelayaran Hongi (Hongi Tochtan), yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan monopoli perdagangan Indonesia. Jika petani menjual rempah-rempahnya kepada pihak selain VOC, maka petani tersebut ditangkap dan rempah-rempahnya dibakar.
Namun, kejayaan VOC tidak berlangsung lama. VOC mengalami kemunduran pada akhir abad XVIII. Sebab-sebab kemunduran VOC sebagai berikut:
·         Banyak pegawai VOC melakukan penyelewengan untuk memperkaya diri sendiri (korupsi)
·         Wilayah Indonesia yang luas memerlukan biaya besar untuk mengelolanya
·         Biaya perang untuk menumpas perlawanan sporadic suku-suku di Indonesia sangat besar
·         Persaingan dengan kongsi dagang negara lain, misalnya EIC milik pemerintah Inggris, semakin tajam



















DAFTAR PUSTAKA
Agung S, Leo. 2013. Sejarah Intelektual. Yogyakarta : Penerbit Ombak.
Anonym. Imperialisme Kuno dan Imperialisme Modern. Dalam http://www.tuanguru.com/2012/06/imperialisme-kuno-dan-modern.html
Azhar, Muhammad. 1996. Filsafat politik. Yogyakarta: PT. Grafindo Pers
Budiardjo, Miriam. 2009.  Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Andrain, Charles F.1992. Kehidupan Politik dan Perubahan Social. Yogyakarta: PT.   Tiara Wacana Yogya.